Categories: Psikologi

Pikiran Positif yang Berujung Petaka

Bagi teman-teman yang sudah membaca beberapa buku self-help, khususnya tentang positive thinking, saya yakin masalah terbesar yang akan kita alami adalah kita rentan berpikir bahwa kita akan hidup lebih baik. Kita cenderung optimisme menatap masa depan, semakin yakin akan sebuah harapan, keinginan, dan aspirasi yang diciptakan pikiran sadar kita. Namun ketika nanti mengalami kesulitan, atau bahkan gagal mencapai tujuan tersebut, sebagian dari kita menyimpulkan bahwa ada kekuatan yang lebih besar dari luar diri yang mencegah kita mencapai itu semua. Ya, yang biasa kita sebut dengan takdir Tuhan.

Selanjutnya, pertanyaan yang wajib kita jawab adalah “Apakah Tuhan itu menciptakan pena atau coretan garisnya?” saya rasa akan teramat lucu ketika Anda menjawab “ya”. Sebab, hal itu secara tidak langsung membenarkan bahwa kita tidak ada untungnya mempunyai akal yang merupakan anugerah terbesar sehingga menjadi pembeda yang pasti antara kita dan makhluk lainnya.   

Jangan lantas terburu-buru mengatakan segala sesuatu yang terjadi itu takdir Tuhan. Bruce Lipton mengatakan dalam bukunya The Biologi of Belief, ketika kita mengalami kegagalan kendati sudah berfikir positif, maka sub-divisi pikiran akan tampak “terpisah”, antara pikiran sadar dan pikiran bawah sadar. Sebenarnya kedua elemen tersebut saling bertautan. Pikiran sadar yang mewakili tempat bagi identitas pribadi, sumber, atau spirit, merupakan pikiran kreatif. Pikiran sadar bisa meninjau masa depan dan masa lalu, atau memutuskan ikatan dengan momen saat ini sebagaimana ia juga mengolah pikiran untuk menyelesaikan masalah yang sedang kita hadapi. Dalam kapasitas ke-kreatifannya, pikiran-sadar menyimpan harapan, keinginan, dan aspirasi kehidupan. Pikiran-lah yang memunculkan positive thoughts (pikiran-pikiran individual yang positif).

Sebaliknya, pikiran bawah sadar adalah gudang rekaman stimulus-respons yang berasal dari insting dan pengalaman masa lalu. Pikiran bawah sadar pada dasarnya bersifat habitual (pembiasaan);  ia akan memainkan respons yang tidak berbeda terhadap kehidupan sinyal yang sama. Dan itu lebih besar! Karena menyangkut pemrosesan neurologis yang sejuta kali lebih besar ketimbang pikiran sadar.

Jadi dapat ditarik benang merah antara keduanya. Ketika keinginan pikiran sadar kita bertentangan dengan program di pikiran bawah sadar kita, maka kerap membuat kita jengkel karena yang terjadi tidak sesuai dengan program sebagaimana yang kita inginkan (baik itu menyedihkan, maupun membahagiakan). Kehidupan yang kita jalani ini sebenarnya merupakan dikte oleh program pikiran bawah sadar kita yang terbentuk dari kebiasaan-kebiasaan pihak lain (orangtua, keluarga, dan masyarakat) sebelum kita berumur 6 Tahun.

Ordo Yesuit menyadari bahwa kekuatan pemrograman sebelum usia 6 Tahun, sehingga ia berkata “berikan anak padaku sampai dia berumur 7 Tahun, akan kuberikan kepadamu seorang manusia sejati.” Ia menyadari bahwa kondisi trans theta anak itu dapat menfasilitasi penanaman langsung dogma-dogma ke pikiran bawah-sadarnya. Setelah di program, informasi itu akan mempengaruhi 95% perilaku individu tersebut sepanjang hidupnya.

Lantas, bagaimana dengan kita yang sudah berumur lebih dari 6 Tahun? hanya bisa meratapi pemrograman yang sudah terdahulu? Jika pemrograman yang terdahulu itu buruk, apakah kita akan buruk sepanjang hayat? Kalau begitu tidak adil, karena kita tidak mengetahui program terdahulu saat kita berumur 6 Tahun. Jika itu program eksternal, mengapa harus terjadi pada kita yang internal, padahal kita berhak memprogram diri kita sendiri.

Mungkin banyak lagi pertanyaan mencemaskan yang tiba-tiba muncul di benak kita setelah mendengar itu semua kan? saya pernah begitu juga. Tapi santai saja, karena ada beberapa Teknik dalam riset terbaru tentang (mind-body) yang dengan cepat dapat mengakses dan memprogram ulang pikiran bawah sadar kita, seperti teknik hipnoterapi, afirmasi, terapi-terapi yang berpusat pada tubuh (body-centered therapies), dan teknik-teknik lain yang merujuk pada  “psikologi energi” yang biasa disebut PSYCH-K. Sebagai referensi, saya akan mencantumkan situs untuk teknik terapi tersebut di www.brucelipton.com.

Jeffrey L. Fannin, Ph.D., peneliti neurosaintis sekaligus pakar pemetaan otak dengan komputer, menunjukkan bahwa PSYCH-K menghasilkan perubahan yang objektif dan radikal dalam aktivitas EEG otak, menyebabkan pola energi  gelombang otak seimbang yang disebut “keadaan seluruh-otak” yang memungkinkan terjadinya komunikasi, dan aliran data yang maksimal antara otak kiri dan otak kanan.

Untuk saat ini, sadarilah bahwa masih ada harapan bahkan untuk anda yang berusaha berfikir positif namun gagal secara menyedihkan sebab lemahnya program di pikiran bawah sadar kita yang menjadi penghalang. Sekali lagi ingatlah, bahwa kita butuh lebih dari hanya sekedar “berpikir positif” untuk mengontrol tubuh dan hidup kita, meskipun berpikir positif lebih baik dari pada berpikir negatif bagi kesejahteraan kita. Menurut hemat saya, berpikir positif tidak akan menimbulkan dampak apapun terhadap hidup kita! Nyatanya, banyak orang yang “gagal” berpikir positif menjadi lebih lemah semangatnya karena putus asa. Dan inilah yang akan mendatangkan petaka bagi mereka sendiri! 

Tulisan ini bukan mengajak kita untuk menyampingkan takdir Tuhan apalagi tidak mempercayainya. Percaya terhadap takdir Tuhan memang sudah kewajiban, namun buru-buru meng-klaimnya merupakan suatu keangkuhan.

* Penulis adalah Mahasiswa IAIN Madura sekaligus aktif di Forum Kajian Simposium

Firman Ardiansyah

Share
Published by
Firman Ardiansyah

Recent Posts

Agama dan Sains: Konflik Hingga Integrasi Keilmuan

Dilihat perspektif kesejarahan, agama dan sains mulanya bersahabat, ini pada abad 17 dimana keduanya pertama…

4 bulan ago

Konstruksi Patriarki dalam Ruang Seni

Beberapa tahun terakhir, ada peningkatan minat masyarakat Madura terhadap bidang seni. Peningkatan minat tersebut tidak…

6 bulan ago

Menjelajahi Konsep Kebebasan dalam Neon Genesis Evangelion melalui Lensa Filosofis Jean-Paul Sartre

Neon Genesis Evangelion merupakan salah satu anime yang sangat populer di seluruh dunia, terutama karena…

6 bulan ago

Globalisasi dan Konsekuensi Inferiority Complex

“Bodo amatlah pada standar kesuksesan yang diagungkan oleh society dan media. We Will be something,…

6 bulan ago

Hans Kelsen: Positivisme Hukum, Grundnorm, dan Stufenbau Theory

Memahami hukum bisa dibilang sebagai studi yang berfokus pada suatu sistem norma, dengan memiliki sifat…

8 bulan ago

Seni Bertahan Hidup ala Victor E. Frankl

Apa yang mungkin dibutuhkan manusia untuk bertahan hidup? Kebanyakan orang tentu saja akan menjawab makan,…

8 bulan ago