Categories: PendidikanSosial

Pemuda, Teknologi, dan Peran Sentral Pendidikan

Masa modern selalu ditandai dengan kemajuan teknologi yang semakin canggih serta dapat mempermudah manusia dalam mengakses berbagai informasi yang up to date sehingga penggunaan gadget yang sudah melimpah ruah dengan berbagai jenisnya tidak dapat terbendung lagi. Pesatnya arus teknologi membuat pemuda hari ini seakan terbuai dengan tawaran dunia maya, terutama dalam menjadikannya sebagai media dalam berkomunikasi dengan sesama. Tidak hanya itu saja, mereka juga menjadikan game online sebagai bagian dari kebutuhan primer dalam kehidupan. Fenomena seperti ini tentu berpotensi membuat anak-anak dan pemuda melupakan permainan yang bersifat tradisional yang perlahan mulai punah. Jika pun masih ada hanya segelintir saja, itu pun kita bisa temui di pelosok desa.

Penjelasan di atas dibuktikan dengan data yang mencatat bahwa terdapat 202,6 juta jiwa pengguna internet pada awal 2021. Jumlah ini meningkat 15,5% atau 27 juta jiwa jika dibandingkan dengan Januari 2020 lalu. Total jumlah penduduk Indonesia sendiri saat ini adalah 274,9 juta jiwa. Artinya, penetrasi pengguna internet di Indonesia pada awal 2021 mencapai 73,7 %. Data tersebut dimuat dalam laporan terbaru yang dirilis oleh layanan manajemen konten “HootSuite”, dan agensi pemasaran media sosial “We Are Social” dalam laporan bertajuk “Digital 2021”.

Data tersebut juga mencatat bahwa individu dengan rentang usia 16 hingga 64 tahun diketahui memiliki beberapa perangkat elektronik berbeda, termasuk telepon genggam (baik smartphone maupun non-smartphone), laptop/PC, tablet, smartwatch, dan sebagainya. Dari berbagai jenis perangkat tersebut, smartphone menjadi perangkat yang paling populer. Jumlan pengguna internet di Indonesia (usia 16 hingga 64 tahun) yang memiliki telepon genggam sebanyak 98,3 persen. Tak ayal, telepon genggam juga tampil menjadi perangkat favorit para pengguna internet dalam mengakses internet. Tercatat sebanyak 96,4 % atau 195,3 juta orang Indonesia yang mengakses internet melalu ponsel genggamnya. Masih di laporan yang sama, pengguna internet di Indonesia rata-rata menghabiskan waktu selama 8 jam 52 menit untuk berselancar di dunia maya.

Besarnya jumlah pengguna internet di Indonesia di atas berpotensi memunculkan kebiasaan-kebiasaan negatif pemuda dalam bermedia sosial. Misalnya seperti Body Shaming (tindakan mengomentari bentuk fisik seseorang, baik itu disengaja maupun yang dapat berpengaruh pada kondisi mental orang yang dikomentari). Selain itu, ada juga VCS (Video Call Sex), suatu tindakan komunikasi yang dilakukan dalam bentuk video call pada umumnya yang diselingi dengan unsur-unsur pornografi, baik laki-laki maupun perempuan.

Kedua kebiasaan tersebut tentu memunculkan kekhawatiran baru dalam melihat peran pemuda hari ini. Karena pemuda, suatu fase yang seharusnya menjadi agen perubahan bagi masyarakat sekitar, tidak dapat menempatkan perannya dengan tepat. Untuk mengatasinya, apakah pendidikan penting sebagai kontrol kehidupan para pemuda hari ini?

Pendidikan memang dianggap penting untuk generasi muda hari ini, sebagai penunjang untuk masa depan bagi kemaslahatan mereka, masyarakat, dan negara. Banyak tokoh-tokoh yang sudah melakukan penelitian terhadap suatu bidang ilmu baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, sehingga hal tersebut mempermudahkan bagi generasi berikutnya dalam menggali pengetahuan. Di Indonesia sendiri, hampir dari sabang sampai merauke, sudah banyak ditemukan sekolah baik dari tingkat dasar (TK) sampai jenjang yang paling tinggi (perkuliahan).

Kaum muda punya konsepsi sendiri tentang masa muda—sejauh yang bisa dipetik dari beberapa kajian soal ini—yang nampaknya mengaitkan transisi dari “anak” ke “remaja” atau pemuda dengan kemampuan menilai mana yang salah mana yang benar, dan transisi dari pemuda ke dewasa dengan kemandirian ekonomi dari generasi orang tua.

Salah satu perubahan penting yang terjadi pada masa muda di Indonesia, seperti di banyak negara lain, adalah perpanjangannya. Ketika pemuda menempuh pendidikan lebih panjang, rata-rata usia awal perkawinan mereka naik dan waktu memasuki dunia kerja diulur. Semakin lama mereka berada dalam keadaan setengah atau sepenuhnya bergantung pada generasi orang tua yang untuk kebanyakan orang merupakan bagian dari karakteristik penentu kepemudaan. Artinya, sudah matang secara biologis tetapi dengan masa dewasa (sosial) ditangguhkan.

Batas-batas kepemudaan juga bersifat spesifik kelas. Misalnya, banyak laki-laki atau perempuan kelas menengah perkotaan di akhir usia dua puluhan yang masih lajang dan tinggal bersama orang tua mereka, masih menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi, dan belum memasuki dunia kerja profesional akan menganggap diri dan dipandang sebagai “pemuda”.

Sedangkan laki-laki dan perempuan lain yang masih menginjak awal dua puluhan, tetapi sudah keluar dari sekolah pada usia 15 tahun atau sebelumnya, sudah bekerja sebagai buruh atau pedagang pasar selama beberapa tahun, dan sudah menikah dengan dua atau tiga anak, akan menganggap diri mereka dan dipandang sebagai “dewasa” oleh lingkungan masyarakat.

Dan bahkan hal tersebut seakan mengangap pendidikan hanya untuk mencari kerja dan menjadi paradigma tersendiri walaupun tidak bisa di sama ratakan. Namun memang benar realitas kehidupan seolah kita dituntut demikian. Maka dari itu, Indonesia belum bisa menjadi negara maju salah satunya karena belum sepenuhnya berhasil dalam menjalankan pendidikan bagi masyarakat. Buktinya, masih banyak warga negara Indonesia melanjutkan pendidikan di luar negeri dan sangat jarang warga asing mengenyam pendidikan di Indonesia, hehe.

Syaiful Anam

Share
Published by
Syaiful Anam

Recent Posts

Agama dan Sains: Konflik Hingga Integrasi Keilmuan

Dilihat perspektif kesejarahan, agama dan sains mulanya bersahabat, ini pada abad 17 dimana keduanya pertama…

4 bulan ago

Konstruksi Patriarki dalam Ruang Seni

Beberapa tahun terakhir, ada peningkatan minat masyarakat Madura terhadap bidang seni. Peningkatan minat tersebut tidak…

6 bulan ago

Menjelajahi Konsep Kebebasan dalam Neon Genesis Evangelion melalui Lensa Filosofis Jean-Paul Sartre

Neon Genesis Evangelion merupakan salah satu anime yang sangat populer di seluruh dunia, terutama karena…

6 bulan ago

Globalisasi dan Konsekuensi Inferiority Complex

“Bodo amatlah pada standar kesuksesan yang diagungkan oleh society dan media. We Will be something,…

6 bulan ago

Hans Kelsen: Positivisme Hukum, Grundnorm, dan Stufenbau Theory

Memahami hukum bisa dibilang sebagai studi yang berfokus pada suatu sistem norma, dengan memiliki sifat…

8 bulan ago

Seni Bertahan Hidup ala Victor E. Frankl

Apa yang mungkin dibutuhkan manusia untuk bertahan hidup? Kebanyakan orang tentu saja akan menjawab makan,…

8 bulan ago