Categories: Psikologi

Beberapa Cara Menghadapi Anak Penyandang Autisme dalam Keluarga

Autisme adalah gangguan perkembangan otak yang memengaruhi kemampuan seseorang yang mengalami dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain. Di samping itu, autisme juga menyebabkan gangguan perilaku dan dapat membatasi minat penderitanya.

Autisme terjadi lantaran adanya gangguan perkembangan pada otak hingga mempengaruhi kemampuannya untuk berpikir dan berkomunikasi dengan orang lain.

Ada beberapa ciri-ciri anak autis, antara lain:

  • Mengulangi perkataan dan perilaku

Salah satu ciri-ciri anak autis yang dikenali adalah sikap mengulangi saat dirinya menyukai atau pun fokus pada satu hal tertentu. Hal ini membuat penderita seolah memiliki dunia sendiri. Biasanya mereka akan mengulangi suatu perilaku yang baru pertama kali ia lihat dan dengar.

  • Kurang peka terhadap suara

Selanjutnya ciri-ciri anak autis, kurangnya sensitivitas pendengaran suatu bunyi atau suara. Berbeda dengan anak pada umumnya, anak autis yang mendengar suatu bunyi atau suara biasanya akan memberikan reaksi yang berbeda yakni dengan menjerit, melompat, atau berlari

  • Tidak memiliki empati

Anak autis cenderung tidak memiliki empati sehingga sulit untuk berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya. Hal ini juga akan membuat anak penyandang autisme memiliki kecenderungan yang sulit untuk mengekspresikan diri dan perasaanya. Kurangnya empati tersebut tentu dapat mempengaruhi kemampuan sosialnya dengan orang lain, termasuk dengan orang tuanya.

  • Memiliki ketertarikan pada suatu objek

Memiliki ketertarikan tertentu terhadap suatu objek. Saat anak penyandang autis memasuki bagian ini, maka biasanya mereka justru menjadi cukup piawai dan ahli pada suatu objek tersebut.

Saat merasa tertarik terhadap sesuatu, maka penderita biasanya akan mengulangi bermain dengan sesuatu tersebut secara terus-menerus tanpa mengenal waktu. Maka dari itu, tak jarang anak autis justru cukup pintar saat mereka telah menderita autisme menjadi sulit terbangun.

  • Sering berkomunikasi sendiri

Salah satu ciri anak autis yang paling banyak ditemui adalah kesulitan untuk berkomunikasi dengan orang lain.

Hal tersebut biasanya datang saat anak merasa sulit untuk memahami suatu pembicaraan, menulis, membaca, hingga berbicara. Saat anak autis merasakan hal tersebut, biasanya mereka akan sulit untuk mengekspresikan tubuh seperti menunjuk, melambai, dan lain sebagainya.

Langkah-langkah yang harus dilakukan orang tua untuk mengahadapi anak autis berkebutuhan khusus seperti autisme:

Menerima kondisi autisme

Menerima suatu hal tidak diinginkan sangat sulit. Berikut yang dialami oleh Lusiono Handoko saat mengetahui anaknya yang ternyata memiliki autisme. “Sehabis tes berupa daftar pertanyaan tentang perilaku anak, dokter bilang anak saya autisme. Saya tanya lalu bagaimana, sang dokter bilang saya harus menerima terlebih dahulu baru akan dijelaskan”.

  • Lebih bersabar

Makna penerimaan ternyata baru terasa setelah sang anak, Gevin, mulai beranjak dewasa. Lusi harus menghadapi berbagai tingkah Gevin yang kadang asik dengan dunianya sendiri. Belum lagi dengan berbagai terapi yang mesti dilakukan, semakin besar anak autis, orang tua mesti lebih bersabar.

“Sebenarnya kendala yang besar itu datang dari diri sendiri. Capek memang, tapi hadapi kenyataan yang ada. Saya juga tersemangati begitu melihat ada teman yang lebih keras usahanya mengurus anak autis dibanding saya,”

  • Saling berbagi

Saling berbagi informasi antar orang tua anak autis sangat membantu dalam menghadapi dan membesarkan anak autisme. Seperti sebuah sistem penyokong, saling berbagi bukan hanya menguatkan namun juga memberikan informasi serta mencegah kesalahan yang pernah dilakukan orang lain.

“Jangan malu untuk membuka diri kepada orang lain. Kesediaan untuk terbuka itu justru dapat mendatangkan berbagai info yang bisa berguna ketika mengurus anak.”

  • Tidak lupa istirahat

Orang tua harus pintar-pintar juga mengendalikan diri supaya dapat lebih sabar.

“Saya kalau capek ya jalan-jalan bersama teman-teman. Itu saya lakukan ketika saya tidak ingin berurusan dengan autisme dahulu. Ada juga teman saya kalau sudah capek justru ia sikat WC, karena itu metode untuk menenangkan dia,”

“Penting juga untuk mempunyai teman-teman orang tua yang non-autis, jangan orang tua dengan anak autis semuanya. Jalan sama mereka. Jadi nanti begitu kembali ke rumah sudah segar dan bisa lebih sabar,”

“Karena kalau tidak seperti itu, lama-lama jadi hilang kesabaran dan gampang stres, dan kondisi seperti itu membuat rumah menjadi tidak enak yang jadinya akan berdampak ke anak lagi.”

Sa'idatul Wafiyah

Share
Published by
Sa'idatul Wafiyah

Recent Posts

Agama dan Sains: Konflik Hingga Integrasi Keilmuan

Dilihat perspektif kesejarahan, agama dan sains mulanya bersahabat, ini pada abad 17 dimana keduanya pertama…

4 bulan ago

Konstruksi Patriarki dalam Ruang Seni

Beberapa tahun terakhir, ada peningkatan minat masyarakat Madura terhadap bidang seni. Peningkatan minat tersebut tidak…

6 bulan ago

Menjelajahi Konsep Kebebasan dalam Neon Genesis Evangelion melalui Lensa Filosofis Jean-Paul Sartre

Neon Genesis Evangelion merupakan salah satu anime yang sangat populer di seluruh dunia, terutama karena…

6 bulan ago

Globalisasi dan Konsekuensi Inferiority Complex

“Bodo amatlah pada standar kesuksesan yang diagungkan oleh society dan media. We Will be something,…

6 bulan ago

Hans Kelsen: Positivisme Hukum, Grundnorm, dan Stufenbau Theory

Memahami hukum bisa dibilang sebagai studi yang berfokus pada suatu sistem norma, dengan memiliki sifat…

8 bulan ago

Seni Bertahan Hidup ala Victor E. Frankl

Apa yang mungkin dibutuhkan manusia untuk bertahan hidup? Kebanyakan orang tentu saja akan menjawab makan,…

8 bulan ago