Categories: EkonomiSosial

Megawati dan Berakhirnya Era Minyak Goreng

Monopoli dalam ekonomi merupakan hal biasa yang tidak bisa dibiasakan. Jika memang perlu para pelaku monopoli haruslah dijerat dengan hukum yang setara dengan para koruptor. Keduanya sama-sama memenuhi syarat manipulasi distribusi sektor moneter dan sektor riil. Perbedaan metode mereka tidak menggolongkan keunggulan satu dan yang lainnya, sebab efek kerugian secara finansial yang berkaitan dengan kestabilan ekonomi menjadi sedikit bergoyang. Dan kita ketahui bersama bahwa goyangan dalam sektor ekonomi sama meresahkannya dengan goyangan duo ageng yang minimalis namun susah dinyatakan melalui kata-kata.

Pandemi Covid-19 membuat kita sedikit sadar bahwa sistem perekonomian kita sebenarnya sangat rapuh. Berbagai jenis kelangkaan barang yang terjadi pada saat pandemi Covid-19 melanda menjadi suatu gambaran betapa pemerintah sebagai stabilator perekonomian negara tidak memiliki taringnya di mata para mafia ekonomi. Setidaknya tiga kali sudah kita temui kelangkaan barang-barang yang menimbulkan sedikit kepanikan masyarakat secara umum. Pertama tentang kelangkaan masker yang bermula dengan adanya kebijakan wajib masker kemanapun kita pergi. Setelah itu kelangkaan tabung oksigen yang turut hadir dalam gelombang pandemi yang kedua. Pada saat ini kita sedang mengalami kelangkaan minyak goreng dalam gelombang kelangkaan yang ketiga.

Pada saat kelangkaan pertama dan kedua mungkin kita tidak akan merasakan dampak dari kelangkaan barang tersebut secara finansial. Hal itu dikarenakan barang-barang yang langka pada masa tersebut bukanlah merupakan barang komoditas yang menjadi kebutuhan primer dalam kebutuhan sehari-hari masyarakat. Namun kita akan memiliki perasaan yang berbeda dengan gelombang ketiga kelangkaan barang-barang ini. Hal ini disebabkan minyak goreng merupakan salah satu komoditas yang tidak bisa ditinggalkan oleh sebgaian besar masyarakat Indonesia, khusunya orang yang sehat dan tidak berada dalam program diet.

Indonesia dan minyak goreng

Relasi antara Indonesia dan minyak goreng bisa dibilang sangat mesra. Bahkan kemesraan tersebut tertanam dalam cita rasa dan budaya bangsa yang sama sekali tidak bisa dilepaskan oleh masyarakat Indonesia. Minyak goreng merupakan komoditas utama dalam membangun rasa yang sesuai lidah orang Indonesia. Makanan-makanan dengan teknik pengolahan yang melalui proses penggorengan banyak yang menjadi masakan enak yang menjadi ciri bangsa Indonesia.

Nasi goreng dan aneka macam gorengan merupakan salah satu makanan khas Indonesia yang pasti ada di seluruh penjuru negeri. Mulai dari sabang sampai merauke menu tersebut pasti tersedia dipinggir-pinggir jalan sampai pada bentuk restaurant bintang 5. Jika seandainya di salah satu tempat memang tidak ada, kita hanya perlu menunggu waktu saja dengan sendirinya menu tersebut akan hadir di tengah masyarakat. Dan itu pasti diminati.

Selain itu minyak goreng bagi masyarakat Indonesia merupakan salah satu obat yang diakui mampu dan tidak ada tandingannya dalam prosedur pijat dan kerokan. Perpaduan antara lempeng logam 100 rupiah dahulu kala dengan minyak goreng campur minyak sudah menjadi tradisi penyembuhan yang kemerah-merahan. Dengan begitu minyak goreng bukan lagi hanya berposisi sebagai komoditas masyarakat Indoensia.

Selain itu, relasi kuat yang ditampakkan antara masyarakat Indonesia dengan minyak goreng dapat dilihat dengan lakunya jual-beli minyak curah. Bagaimana tidak, demi tetap menikmati makanan yang digoreng masyarakat Indonesia rela memakai minyak bekas. Dengan begitu minyak goreng selain menjadi komoditas, juga merupakan salah satu simbol budaya yang perlu dilestarikan dalam tubuh masyarakat kita.

Pada masa kelangkaan minyak goreng ini, ada sebuah pernyataan yang mungkin kita bisa golongkan tidak nasionalis mengingat minyak goreng merupakan sebuah simbol budaya Indonesia. Pernyataan dari yang terhormat ibu Megawati Soekarno Putri selaku putri tercinta dari bapak nasionalisme Indonesia mengusik lidah nasionalis masyarakat Indonesia dengan komentarnya terhadap antrian panjang ibu-ibu yang mengantri minyak goreng. Beliau menyindir simbol minyak goreng sebagai budaya makan kita dengan budaya diet. Beliau memberikan pernyataan retoris tentang pergeseran tren makan makanan yang digoreng menjadi direbus. Mungkin seandainya ibu Megawati Soekarno Putri merupakan seorang dokter seluruh masyarakat Indonesia akan melaksanakan perintahnya demi kepentingan kesehatan.

Polemik pernyataan yang disampaikan oleh ibu Megawati Soekarno Putri ini mengundang reaksi para netizen budiman. Anekdot-anekdot dalam bentuk video yang digelontorkan oleh nyinyirisme para netizen setidaknya menggambarkan bahwa pernyataan tersebut tergolong pernyataan yang sama sekali tidak perlu dikeluarkan oleh seorang politisi dalam menyikapi kesenjangan yang terjadi. Dengan tegas dalam merespon variasi anekdot para netizen, sekretaris jendral PDIP yaitu bapak Harso Kristiyanto memberikan pembelaan dengan melihat pada substansi dari pernyataan ibu Megawati Soekarno Putri.

Menurut hemat bapak sekjen bahwa pernyataan ibu Megawati Soekarno Putri mendorong perilaku kreatif masyarakat Indonesia agar tidak memiliki ketergantungan berlebih pada proses makanan yang digoreng. Rebus, bakar dan kukus merupakan prosedur masak yang juga harus dipertimbangkan, tapi jangan melupakan bahwa pecel lele sama sekali tidak bisa menggunakan proses selain wajan penggorengan. Itulah anekdot goreng lele pake air yang viral pada laman media-media sosial. Dalam artian semua orang memahami substansi tersebut dengan mengkritik bahwa tidak semua hal bisa dikategorikan dalam substansi tersebut.

Mafia dan pengusaha

Rachmat Gobel sebagai wakil ketua DPR RI mengomentari tentang rumor beredarnya mafia minyak goreng di balik kelangkaan yang terjadi. Gobel tidak sepakat dengan pernyataan mentri perdagangan tentang rumor mafia minyak goreng yang dijanjikan diumumkan pada senin 21 Maret 2022 namun gagal. Menurut Gobel sebagai eks menteri perdagangan mengatakan bahwasannya mafia minyak goreng itu tidak ada di Indonesia, yang ada adalah kecacatan hukum yang memberikan celah pada para pengusaha untuk memanfaatkannya demi meraup keuntungan sebanyak-banyaknya.

Gobel memafhumi bahwa sikap tersebut wajar dan alami bagi seorang pengusaha yang memang berada pada golongan kapitalisme. Hukum-lah yang mengontrol kapitalisme non-konformis menjadi konformis dengan kemaslahatan dengan mengadakan kebijakan-kebijakan yang terintegrasi demi mengatur kesejahteraan para pengusaha dan masyarakat selaku konsumen. Dengan begitu penetapan ketersangkaan pada sebagian orang dengan sebutan mafia merupakan sebuah bentuk ketidakbertanggungjawaban pemerintah terkait kelangkaan minyak goreng dengan pelimpahan kesalahan pada orang lain.

Pendapat bapak Rachmat Gobel sendiri juga mendapat pro dan kontra. Tidak salah lagi bahwasannya masyarakat Indonesia sebagai bangsa yang memiliki gen sosialis yang kuat dari Soekarno akan menolak paradigma pengusaha sebagai kaum kapitalis. Pencarian untung secara wajar merupakan ketidakwajaran yang menjerat dengan sistem yang pincang, dimana penguasaan akan sumber daya alam hanya dikuasai sebagian orang, dan sebagian orang tersebut sebagian besar merupakan orang-orang dalam pemerintahan.

Dalam kasus minyak goreng, benar saja tidak lama setelah itu peraturan harga eceran tertinggi (HET) dicabut oleh menteri perdagangan terbukti efektif dalam menstabilkan stok minyak goreng di toko-toko. Disini dapat kita lihat bagaimana kebijakan HET menjadi suatu persoalan yang dianggap merugikan pihak pengusaha minyak goreng. Sebab meskipun harga minyak goreng naik dari IDR 14.000 menjadi IDR 24.000, harga minyak goreng di Indonesia masih berada pada kisaran harga termurah di antara negara-negara ASEAN.

Sebagai orang yang memiliki logika matematika sederhana saja kita akan bisa memahami bahwa lebih baik menjual keluar negeri demi memaksimalkan keuntungan secara pribadi dan meningkatkan devisa negara secara kepentingan nasional bukan? Perihal stok ketersediaan minyak goreng dalam negeri memang bukan urusan para pengusaha, urusan mereka adalah berproduksi, distribusi dan baayar pajak. Urusan ketersediaan stok minyak goreng dalam negeri adalah urusan menteri perdagangan. Dengan demikian apakah kriminalisasi penguasaha dengan sebutan mafia merupakan sebuah langkah yang kita bisa simpulkan sendiri-sendiri.

Luqman Banuzzaman

Share
Published by
Luqman Banuzzaman

Recent Posts

Agama dan Sains: Konflik Hingga Integrasi Keilmuan

Dilihat perspektif kesejarahan, agama dan sains mulanya bersahabat, ini pada abad 17 dimana keduanya pertama…

4 bulan ago

Konstruksi Patriarki dalam Ruang Seni

Beberapa tahun terakhir, ada peningkatan minat masyarakat Madura terhadap bidang seni. Peningkatan minat tersebut tidak…

6 bulan ago

Menjelajahi Konsep Kebebasan dalam Neon Genesis Evangelion melalui Lensa Filosofis Jean-Paul Sartre

Neon Genesis Evangelion merupakan salah satu anime yang sangat populer di seluruh dunia, terutama karena…

6 bulan ago

Globalisasi dan Konsekuensi Inferiority Complex

“Bodo amatlah pada standar kesuksesan yang diagungkan oleh society dan media. We Will be something,…

6 bulan ago

Hans Kelsen: Positivisme Hukum, Grundnorm, dan Stufenbau Theory

Memahami hukum bisa dibilang sebagai studi yang berfokus pada suatu sistem norma, dengan memiliki sifat…

8 bulan ago

Seni Bertahan Hidup ala Victor E. Frankl

Apa yang mungkin dibutuhkan manusia untuk bertahan hidup? Kebanyakan orang tentu saja akan menjawab makan,…

8 bulan ago