Categories: Agama

Bagaimana Islam Memandang Radikalisme dan Terorisme? Suatu Tinjauan Kritis

Radikalisme adalah paham yang bisa memengaruhi kondisi sosial politik suatu negara. Radikalisme kini sangat erat kaitannya dengan konsep ekstremisme dan terorisme. Masalah radikalisme itu pasti ada. Bibit radikalisme itu sudah ada dan masuk ke Indonesia sejak dulu. Mungkin tidak semua syiah, tetapi hal tersebut didasarkan fakta beberapa anak remaja yang menjadi pengikut syiah beberapa tahun setelah lulus SMA. Mereka dinikahkan dengan wanita yang sepaham, dan lewat berbagai penggelapan dan hal tidak beres lain mengumpulkan uang dalam jumlah tidak wajar dalam kurun waktu beberapa tahun dan berpindah-pindah domisili. Masalahnya timingnya bersesuaian dengan ketika marak kasus terorisme dulu, dan dia sempat hilang kontak beberapa tahun di daerah Sulawesi Selatan.

Radikalisme dari segi penampilan, bercelana cingkrang, itu ada hadistnya shahih, sementara bercadar itu bisa dianggap sebagai sebuah anjuran walaupun soal wajib tidaknya bisa diperdebatkan. Apakah jika ngotot pengen pakai cadar atau celana cingkrang itu radikal? Nyatanya kalau hal semacam ini terjadi di kelompok non-muslim, sebutannya paling hanya sebatas purist/ultra-konservatif. Islam sendiri punya istilah untuk kelompok seperti ini, yaitu kaum salafi. Tapi itu secara general saja, karena salafi sekalipun punya pandangan dan penafsiran yang berbeda-beda soal hal selain aspek salaf-nya.

Jadi, logikanya hanya bercadar dan bercelana cingkrang atau penampilan yang mengikuti sunnah Rasulullah lainnya tidak cukup untuk bisa disebut radikal. Sebagian dari ini memang jadi agak nge-gas, bahkan jadi takfiri/mengkafirkan yang lain, tapi sejak dulu sudah banyak orang orang yang ingin salaf yang tidak radikal, jadi sebaiknya jangan lantas dipukul rata.

Lalu soal pandangan khilafah yang katanya anti NKRI. Perlu anda ketahui, bahwa tidak ada sistem politik yang bisa disebut sebagai “khilafah”. Kekhalifahan pada dasarnya hanya menuntut pemerintahan dimana sang pemimpin mengambil hukum-hukum Islam sebagai dasarnya. Pada praktiknya, hukum-hukum ini bisa diaugmentasi dengan berbagai rumusan hukum yang disesuaikan dengan sikon, dan juga bahkan mengecualikan kaum non-muslim sepenuhnya (bagi kaum non-muslim, yang berlaku adalah hukum agama mereka sendiri, tapi mereka masih terikat dengan hukum ketatanegaraan yang bersifat universal).

Jadi sebetulnya kekhalifahan memiliki berbagai bentuk, pun tidak semengerikan gambaran islamophobes yang memang sengaja didesain agar memberikan efek penolakan pada “kawanan yang sedang digembalakan” tanpa mereka sempat secara rasional berpikir “khilafah itu apa sih?”, karena memang percaya dan takut itu lebih gampang dari berpikir. Sebutannya fearmongering, dan biasanya digunakan agar narasi sang pemimpin kelompok mendapatkan traksi agar anggota kelompoknya menyetujui agendanya tanpa pikir panjang.

Tapi walaupun demikian, Islam mengakui kenyataan bahwa ada negara-negara yang tidak berdasarkan dinul islam, namun muslim tinggal di dalamnya. Dalam hal ini, seorang muslim wajib mengakui dan menghormati hukum yang berlaku, selama hak asasinya dijamin dan dapat menjalankan ibadahnya (dalil tentang ini banyak, anda bisa google sendiri). Karena itu saya sering bilang, biarpun demokrasi di Indonesia ini bobrok, terutama karena sudah sangat populis, bahkan menurut saya rakyat Indonesia sebetulnya belum pantas diberi hak untuk menentukan nasib sendiri, tapi saya tetap tidak akan setuju dengan keinginan HTI untuk mengkhilafahkan Indonesia.

Indonesia bukan negara Islam, tapi sudah menjamin hak asasi dan kebebasan beragama, bahkan mengakomodir nilai-nilai Islam. Sama sekali tidak ada perlunya mengubahnya menjadi sebuah khilafah. Kalau ingin menambah presensi elemen syariah dalam perundangan (karena muslim kan memang mayoritas), ya lakukan dalam koridor hukum, jangan jadi outlaw.

Jika masalah Islam harus moderat, tidak boleh cingkrang dan lain sebagainya, kalau tidak begitu artinya radikal? Islam itu sendiri memiliki beberapa mazhab, dimana beda dengan definisi aliran, satu mahzab tidak lantas menginvalidasi mazhab lainnya. Ini dikarenakan mazhab tidak bergantung pada penafsiran, melainkan pada dalil yang mendukung sikap yang diambil, jadi mazhab lain bisa saja memiliki dalil yang sama kuat dan sama-sama valid namun penerapan situasionalnya berbeda.

Jadi kalau menginvalidasi sebuah sikap yang memiliki dalil yang bisa dipertanggung jawabkan, pada dasarnya itu adalah kaum takfiri, yang suka mengkafir-kafirkan. Sejak dulu kaum takfiri inilah yang radikal, karena tidak mau mengakui perbedaan mazhab.

Lalu soal terorisme? terorisme yang riil di indonesia jelas ada dan harus diberantas, dimana seringnya pelakunya adalah “muslim” yang salah jalan (ya iyalah, kan Indonesia mayoritas muslim), tapi ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan. Terorisme modern adalah sebuah skema kompleks yang bahkan bisa berwujud multidimensional. Melabelkannya pada “sesuatu” di jaman sekarang ini hampir pasti adalah upaya rekayasa sosial, karena pada dasarnya di jaman modern ini hampir tidak ditemui terorisme dalam bentuk apapun yang sifatnya “simple dan mudah dipahami”, karena seringnya banyak sekali pihak yang terlibat dengan agenda masing masing dan saling memanfaatkan satu sama lain. Apalagi orang awam sering tidak menyadari taktik yang bahkan paling sederhana dalam intrik modern, yaitu “false flag”.

Masalah radikalisme jelas ada dan harus diatasi. Upaya-upaya dalam mencegah radikalisasi secara mandiri dilakukan dengan menanamkan jiwa nasionalisme, berpikiran terbuka dan toleran, waspada terhadap provokasi dan hasutan, berjejaring dalam komunitas perdamaian.

Shivaun Nabila

Share
Published by
Shivaun Nabila

Recent Posts

Agama dan Sains: Konflik Hingga Integrasi Keilmuan

Dilihat perspektif kesejarahan, agama dan sains mulanya bersahabat, ini pada abad 17 dimana keduanya pertama…

4 bulan ago

Konstruksi Patriarki dalam Ruang Seni

Beberapa tahun terakhir, ada peningkatan minat masyarakat Madura terhadap bidang seni. Peningkatan minat tersebut tidak…

6 bulan ago

Menjelajahi Konsep Kebebasan dalam Neon Genesis Evangelion melalui Lensa Filosofis Jean-Paul Sartre

Neon Genesis Evangelion merupakan salah satu anime yang sangat populer di seluruh dunia, terutama karena…

6 bulan ago

Globalisasi dan Konsekuensi Inferiority Complex

“Bodo amatlah pada standar kesuksesan yang diagungkan oleh society dan media. We Will be something,…

6 bulan ago

Hans Kelsen: Positivisme Hukum, Grundnorm, dan Stufenbau Theory

Memahami hukum bisa dibilang sebagai studi yang berfokus pada suatu sistem norma, dengan memiliki sifat…

8 bulan ago

Seni Bertahan Hidup ala Victor E. Frankl

Apa yang mungkin dibutuhkan manusia untuk bertahan hidup? Kebanyakan orang tentu saja akan menjawab makan,…

8 bulan ago