Categories: CerpenKarya Sastra

Coba Cek Dulu!

“Ukhtyy, ukhtyy, ukhty, ukhtyy…..” Haifa, Dewi, Kaif, Zulfa dan Sally serentak menoleh ke arah Aneke yang lari tergopoh-gopoh dari seberang mereka. Keempatnya sedang berceloteh santai di pelataran masjid Pondok Pesantren al-Qudsi. Hari ini hari minggu, dan merupakan hari libur bagi semua santri PP. Al-Qudsi. Tiap santri memiliki kegiatan berbeda, ada yang menyendiri di bawah pohon pinus seraya cekikikan membaca novel hasil pinjaman di perpus Pesantren. Di sudut lain, tampak beberapa santri yang berdebat seru membahas mata pelajaran yang telah diajarkan seminggu sebelumnya oleh ustad dan ustadzah. Di dapur Pesantren, santri juga mengasah kemampuan memasak mereka dengan mencoba membuat menu baru untuk mereka nikmati bersama, beberapa santri memilih bercerita dan bergosip ria seperti kelimanya, tak luput pula ada beberapa santri yang memilih bocan (bobo canteeq) membayar waktu yang membuat mereka kurang tidur selama satu minggu terakhir. Intinya, dari ratusan santri ada ratusan alternatif untuk membunuh bosan di hari libur.

“heh..heh…heh…heh….” kelimanya dengan sabar menunggu apa yang akan disampaikan oleh Aneke, hingga membuat gadis itu berlari dan berakhir ngos-ngosan.

“Ke, tarik nafas….tahan…keluarkan. Tarik nafas lagi…keluarkan”. Kaif, si gadis asal Lampung menaik-turunkan tangannya, mengintruksikan Aneke untuk mengatur laju pernapasan.

“paan sih Ke? Buruan elaaahhh” ucap Sally tidak sabar. Ia ingin segera tau berita apa yang sudah didapat si Aneke. Karena tidak bisa dipungkiri, Aneke adalah titisan admin gosip yang paling ter-update dan ter-julid.

“kalian tau ga? Aku ada berita baru. Kalian pasti kagettt…”  Aneke memulai aksi ghibah-nya seraya memperhatikan ekspresi penasaran satu persatu temannya, tidak lupa ia juga memperlihatkan ekspresi tengilnya. “kalian kenal ustadzah Aila kan?” tanyanya yang dijawab anggukan serempak oleh kelimanya. “menurut informanku.. ustadzah Aila kenapa pulang hampir lima bulan tanpa kabar, karena sedang hamil.” lanjutnya. Kaif, Dewi, Zulfa, dan Sally memekik kaget. Berita Aneke  kali ini, benar-benar ekslusif. Mereka ingin menampik berita tersebut, karena ustadzah Aila yang terkenal alim dan kalem tidak mungkin melakukan hal sekotor itu. Tapi, siapa yang tau? Bahkan Ki Barsisha saja yang memiliki karomah karena kealimannya, akhirnya jatuh ke perangkap setan dan berlaku zina. Jadi, bisa saja ustadzah Aila memiliki nasib serupa dengan Ki Barsisha.

Lain dengan keempatnya yang berbisik-bisik heboh membenarkan kemungkinan-kemungkinan berita tersebut, Haifa menelengkang kepalanya dengan dahi berlipat –berpikir keras-. Haifa tiba-tiba menyeletuk, “oh, jadi ustadzah Aila pulang karena mau nikah ya…”

“Haifaaaa…” koor serempak keempatnya kompak. Merasa gregetan akut dengan ke-lola-an Haifa yang sudah tak tertolong.

Haifa yang diteriaki teman-temannya, memprotes, “ih kenapa??? Katanya ustadzah Aila hamil, berarti kan dia pulang karena nikah”.

Mengatur nafas sebentar, Zulfa ‘si gadis tegas’ mengambil alih untuk menjelaskan maksud dari berita Aneke. “Haifa.. ustadzah Aila ga balik-balik pondok karena sedang hamil. Dan beliau belum nikah. Artinya, ustadah Aila hamil di luar nikah. Hasil zina.”

“Astaghriullahh…ih kok bisa ya?” kagetnya, menutup mulut dengan telapak tangannya, tidak lupa mata lebarnya yang melebar karena terkejut. Sontak keempat temannya memutar bola mata malas, selalu aja begitu. Malesssss.

***

Betapa berita buruk lekas menyebar luas. Tiga hari selepas aksi ghibah keenamnya, berita tentang kehamilan ustadzah Aila menjadi konsumsi warga pesantren, mulai dari santri, penjaga kantin, abdi pengasuhan, ustad-ustadzah, bahkan hingga pengasuhan. Tidak hanya itu, berita jahat tersebut juga terdengar oleh beberapa wali santri yang tidak sengaja mendengar dari pembicaraan heboh para santri. Beberapa dari mereka memprotes dan menuntut pengasuhan agar segera mengusut tuntas masalah tersebut. Haifa, Kaif, Dewi, Zulfa, Sally dan Aneke tidak merasa terganggu dengan keadaan pesantren yang mulai kacau dengan virus gosip yang tidak pandang bulu. Mereka tidak menyadari bahwa kekacauan tersebut diakibatkan oleh ketidak mampuan mereka menjaga lisan. Benar kata pepatah, bahwa lidah lebih tajam dari pedang. Tiga hari yang lalu, saat mereka ber-ghibah ria, salah satu santri mencuri dengar dan menceritakan hal tersebut kepada temannya, hingga BOOMMM, kabarnya melejit cepat, secepat jaringan WIFI yang diakses seorang diri.

Pengasuh bertindak cepat, mereka memulai pencarian sumber berita tersebut dengan menanyai beberapa santri, hingga diketahui bahwa biang kerok dari malapetaka tersebut tidak lain tidak bukan adalah Aneke dan kawan-kawan. Nyai Lathifa atau yang sering dipanggil ummi Lathifa oleh para santri, memandang kelimanya satu persatu dengan pandangan bak laser. Wajahnya tidak menutupi kemarahan dan kekecewaan pada keenam santrinya. Yang dipandangi bergerak gelisah di tempat duduk masing-masing, dengan pandangan yang ditunjukkan dan tangan saling mengait takut. Suasana mencekam. Ummi Lathifa mengucap istighar tiga kali sebelum mulai mengintrogasi keenamnya.

“Ummi tidak mau basa-basi lagi, karena kalian pasti sudah tau alasan dipanggil ke ruangan ini. Siapa yang telah menyebarkan gosip bohong itu?” tanyanya, ia memandang satu persatu santrinya yang tidak satupun mengangkat wajah dan menjawab. “ummi tanya, siapa?” tanyanya lagi, dengan suara rendah dan intonasi super datar.

“s..ssaa..ya.. Ummi..” cicit Aneke lirih. Pandangan ummi Lathifa beralih pada gadis di sebelah kanannya.

“ustadzah Aila ada salah sama kamu Aneke?” Aneke makin menunduk takut. Matanya berkaca-kaca. “kalian menjadi santri di sini, bukan dari kemarin sore. Tapi sudah hampir tiga tahun. Dan selama itu ustadzah Aila lah yang telah mengajar dan membimbing kalian. Apa ini balasan kalian? Menurut kalian, apakah Allah akan mengampuni dosa kalian yang dengan tega telah memfitnah guru kalian? Wallahi, Allah tidak akan ridha memberikan secuil barakah pada ilmu kalian. Kalian tau? bapak Ustadzah Aila sedang sakit keras setelah empat bulan lalu mengalami kecelakaan. Beliau cacat. Oleh karena itu, ustadzah Aila izin sementara waktu untuk berbakti kepada bapaknya, sebelum kembali mengabdi di pesantren ini. Lalu dengan kejam kalian memfitnahnya” perkataan ummi Lathifa mengejutkan kelimanya. Mereka menangis, menyesal telah berlaku tidak adil pada ustadzah Aila. Mereka beringsut mendekati ummi Lathifa dan meminta maaf karena perbuatan mereka.

Ummi Lathifa menghembuskan napas pelan, mengucap syukur karena Allah segera menyadarkan keenam santrinya. “Aneke, Kaif, Dewi, Sally, Zulfa dan Haifa, mohon ampunlah pada Allah, Dia adalah sebaik-baiknya pemaaf. Minta maaf juga pada ustadzah Aila. Semoga Allah melimpahkan barokahnya kepada kalian.” Nasihatnya, bibirnya tersenyum lega.

“hu..hu.. baik ummi. Kami akan minta maaf sama Allah dan ustadzah Aila. Maafkan kami ummi. Jangan putus jalinan do’a ummi untuk kita. Kita sangat menyesal…hu..hu..” Ruangan 3×4 tersebut serasa lapang, karena Allah telah melapangkan hati keenamnya. Ummi Lathifa menepuk pelan bahu keenam santrinya.

“lain kali, coba cek dulu” ucap ummi Lathifa, kelimanya mengangguk kompak.

***

Saat ini mereka sedang duduk berkumpul di gazebo kampus yang terletak di sebelah masjid menikmati waktu istirahat. Yup, satu tahun lalu mereka telah resmi menyandang gelar mahasiswi di salah satu perguruan tinggi swasta. Selepas hari kelulusan, mereka sepakat untuk memilih kampus yang sama, meski berbeda fakultas. Kebetulan, kelimanya memiliki jadwal yang sama dan memutuskan untuk berkumpul untuk melepas rindu, yang hanya berkesempatan ketika mereka memiliki jadwal yang sama. Dan kesempatan tersebut sangatlah langka. Seraya mengobrol santai, mereka mencicipi jajanan yang dijual di area kampus. Ketenangan tersebut terpecahkan ketika terdengar pekikan salah satu dari keenamnya.

“hastagahhh… ih.. masak di ig ada berita ‘SEORANG USTAD BERINISIAL UK DIKETAHUI BERBUAT TAK SENONOH PADA SALAH SATU AKHWAT’” Haifa beteriak heboh seraya memperlihatkan layar ponsel pada kelima sahabatnya.

Dewi, Kaif, Zulfa, Sally dan Aneke saling pandang. Menghela nafas, Zulfa berkata, “Fa.. itu bisa jadi fitnah loh.”

“Ho’oh. Dan fitnah lebih kejam dari pada pembunuhan” lanjut Dewi seraya menaikkan tangannya, bergaya bak seorang penceramah. Haifa yang mendengarkan mencebikkan bibir sebal.

“Haifa, coba cek dulu..” kata Aneke yang disambut tawa keempat sahabatnya. Haifa yang awalnya memanyunkan bibirnya, perlahan menarik bibirnya membentuk senyum simpul. Ia bergerak memeluk Aneke. Keempatnya tak mau kalah, mereka beranjak memeluk Aneke dan Haifa. Gazebo mendadak seperti acara serial anak, teletubbies.

Mungkin inilah hikmah dari kekacauan yang mereka timbulkan di masa lalu. Sekarang mereka saling menasehati satu sama lain untuk tidak gegabah menanggapi sebuah berita yang belum tentu kebenarannya. HOAX. Bahkan, sekalipun kabar itu benar, mereka berusaha untuk tidak terlalu larut mengikuti dan membahas berita yang tidak ada kaitannya dengan mereka. Setiap orang pasti pernah salah. Masalahnya, bisa ga kita tidak menjadikan kesalahan tersebut sebagai aib permanen seseorang. Karena Allah maha pemaaf, dan Allah menyukai orang yang rela merendah hati untuk memaafkan.

Selesai

Irawati

Share
Published by
Irawati

Recent Posts

Agama dan Sains: Konflik Hingga Integrasi Keilmuan

Dilihat perspektif kesejarahan, agama dan sains mulanya bersahabat, ini pada abad 17 dimana keduanya pertama…

4 bulan ago

Konstruksi Patriarki dalam Ruang Seni

Beberapa tahun terakhir, ada peningkatan minat masyarakat Madura terhadap bidang seni. Peningkatan minat tersebut tidak…

6 bulan ago

Menjelajahi Konsep Kebebasan dalam Neon Genesis Evangelion melalui Lensa Filosofis Jean-Paul Sartre

Neon Genesis Evangelion merupakan salah satu anime yang sangat populer di seluruh dunia, terutama karena…

6 bulan ago

Globalisasi dan Konsekuensi Inferiority Complex

“Bodo amatlah pada standar kesuksesan yang diagungkan oleh society dan media. We Will be something,…

6 bulan ago

Hans Kelsen: Positivisme Hukum, Grundnorm, dan Stufenbau Theory

Memahami hukum bisa dibilang sebagai studi yang berfokus pada suatu sistem norma, dengan memiliki sifat…

8 bulan ago

Seni Bertahan Hidup ala Victor E. Frankl

Apa yang mungkin dibutuhkan manusia untuk bertahan hidup? Kebanyakan orang tentu saja akan menjawab makan,…

8 bulan ago