Categories: Filsafat

Budaya Flexing Manusia Modern

Di kehidupan masyarakat saat ini telah berkembang pesat ilmu pengetahuan (Sains). Termasuk teknologi yang tiap harinya kita gunakan dalam berkomunikasi (Hanphone)—merupakan hasil dari perkembangan sains. Di kehidupan sehari-hari masyarakat modern, media sosial seakan sudah mandarah daging dengan dirinya. Entah berguna sebagai sarana komunikasi dengan orang lain atau menjadi tempat mengekspresikan dirinya.

Kini kita telah dapat melihat sendiri bagaimana manusia modern beraktivitas di Media Sosial. Terutama dalam fenomena Flexing yang kerap kita temui di dunia online, suatu fenomena yang merupakan aktivitas memamerkan apa yang seseorang miliki kepada khalayak umum. Pendayagunaan media sosial sebagai batu loncatan flexing ini bertujuan untuk meracik penggunanya sebaik mungkin, agar dapat terlihat menarik di kalangan pengguna media sosial lainnya. Saat ini budaya flexing kerap digunakan oleh pihak marketing sebagai sarana untuk menawarkan produknya guna menarik para konsumennya.

Alih-alih sebagai tempat edukasi dan komunikasi, namun nyatanya tidak sedikit pengguna media sosial berlomba-lomba menampilkan status sosial dan ekonominya. Seperti halnya menampilkan aktvitasnya saat liburan atau pergi ke suatu restoran kelas atas. Aktivitas pengguna media sosial dengan tujuan melakukan personal branding akan berujung kepada perilaku flexing.

Hal tersebut tentunya tidak terjadi tanpa alasan dan penyebab. Seperti halnya perasaan Insecure, dapat menjadikan seseorang melakukan flexing. Mereka yang dalam keadaan merasa keberadaan dirinya kurang dihargai atau kurang dianggap oleh orang lain, kemudian akan menunjukkan kepada yang lain bahwa dirinya berhak diterima dan dihargai.

Masochism Erich Fromm

Menurut pandangan filsuf berkebangsaan Jerman yang bernama Erich Formm (1900-1980), sikap Insecure merupakan bentuk hilangnya kebebasan manusia. Baginya, setiap individu yang takut kesepian akhirnya membunuh kebebasannya hanya untuk mendapatkan pengakuan dari orang lain. Konsekuensi memohon validasi orang lain akan membuat manusia tunduk terhadap manusia lain yang dianggap berperan dalam memberikannya pengakuan. Hal ini akan mendorong munculnya perasaan inferior, sehingga membuat individu merasa lebih rendah dari orang lain. Fenomena ini yang disebutnya dengan Masochism.

Syahdan fenomena ini dialami oleh orang yang sedang merasa insecure hingga mendorong mereka melakukan hal-hal yang sebenarnya tidak mereka inginkan. Segala pengorbanan dilakukannya hanya untuk memenuhi standar kesuksesan atau kebahagian orang lain. Dalam hal ini sesorang akan memaksakan dirinya walaupun mereka sadar bahwa dirinya tidak memiliki sumber daya atau kapasitas yang dapat menyamakan dengan role modelnya. Pada akhirnya dampak fenomena masochism akan membuat sesorang merasa seperti kehilangan kebebasannya untuk menjadi dirinya sendiri.

Pandangan Friedrich Wilhem Nietzsche

Salah satu upaya yang relevan agar terhidar dari fenomena di atas adalah bagaimana manusia dapat tampil sebagaimana dirinya sendiri, tanpa berpikiran untuk memenuhi ekspektasi orang lain. Entah itu dalam kehidupan Media Sosial atau dalam kenyataan. Kecenderungan manusia modern dalam fenomena Flexing (branding personal), menunjukan bahwa mereka telah kehilangan kepercayaan terhadap dirinya sehingga menampilkan apa yang sebenarnya bukan dirinya.

Friedrich Wilhem Nietzsche filsuf kenamaan asal Jerman, yang mengangap dirinya sendiri sebagai filsuf psikologi pertama. Beranggapan bahwa untuk mengetahui dirinya sendiri, seseorang harus mampu membuka topeng untuk melihat kedalaman jiwanya. Namum kebanyakan orang takut pada kedalaman kompleksitas dan memilih berada di lapisan permukaan dan jiwa dangkalnya saja.

Ketidakberanian itulah yang sebenarnya membuat diri seseorang tidak menyadari jika mereka tersesat dan berjalan di ruangan yang dikelilingi jeruji besi. Hal inilah yang menyebabkan manusia gagal dalam mencapai kebahagian, sebab masih dikungkung oleh berbagai macam tekanan atau pihak yang dianggap lebih tinggi derajatnya dari pada dirinya.

Nampak manusia modern yang melakukan perilaku flexing, kerap kali tergantung dengan orang lain yang mereka anggap lebih tinggi derajatnya. Ketergantungan inilah yang dalam pandangan Nietzsche disebut sebagai “Moralitas Budak” yaitu tidak pernah berbuat dari diri mereka sendiri (ketidakberdayaan), sebab masih tergantung pada tuannya.

Sebaliknya, sikap tuan yang memberikan pengaruh disebut “Moralitas Tuan” yaitu ungkapan hormat terhadap dirinya sendiri. Mereka sangat yakin bahwa segala tindakannya adalah baik. Moralitas ini tidak menunjukkan bagaimana seharusnya seseorang bertindak. Namun bagaimana tuan itu senyatanya bertindak baik/buruk itu tidak tergantung pada perbuatannya, namun tergantung pribadi yang melakukannya.

Bagi Nietzsche kemuliaan tercapai apabila manusia sudah menjadi sosok yang vital, teguh, terampil dan ningrat. Karakteristik manusia inilah yang ia sebut sebagai Ubermensh. Jika sesorang ingin mencapai kemuliaan tersebut hendaklah melakukan ajaran Nietzsche yaitu the will of power atau kehendak berkuasa. Kehendak berkuasa merupakan daya hidup paling primordial dalam diri manusia. Hal ini mampu membebaskan diri manusia dari belenggu-belenggu psikis seperti ketakutan, sehingga ia dapat menjalankan apa yang diri mereka sendiri mau.

Meninjau perilaku flexing manusia modern dalam dunia media sosial, yang acapkali melakukan Tindakan yang hanya ingin mengikuti role modelnya. Merupakan suatu tindakan “moralitas Budak”, sebab mengaggap role modelnya sebagai tuan. Apabila ketergantungan dihilangkan dan kehendak berkuasa sudah tertanam dalam jiwa sesorang, maka seseorang berhasil berdaulat akan dirinya sendiri. Sehingga berhasil mencapai kebahagian versi dirinya sendiri tanpa perlu flexing dan pengakuan dari yang lain. Begitulah kebahagian dan kemuliaan hidup dalam pemikiran Nietzsche. Wassalam.

Weliya Alfin Robeth Khoironi

Share
Published by
Weliya Alfin Robeth Khoironi

Recent Posts

Agama dan Sains: Konflik Hingga Integrasi Keilmuan

Dilihat perspektif kesejarahan, agama dan sains mulanya bersahabat, ini pada abad 17 dimana keduanya pertama…

4 bulan ago

Konstruksi Patriarki dalam Ruang Seni

Beberapa tahun terakhir, ada peningkatan minat masyarakat Madura terhadap bidang seni. Peningkatan minat tersebut tidak…

6 bulan ago

Menjelajahi Konsep Kebebasan dalam Neon Genesis Evangelion melalui Lensa Filosofis Jean-Paul Sartre

Neon Genesis Evangelion merupakan salah satu anime yang sangat populer di seluruh dunia, terutama karena…

6 bulan ago

Globalisasi dan Konsekuensi Inferiority Complex

“Bodo amatlah pada standar kesuksesan yang diagungkan oleh society dan media. We Will be something,…

6 bulan ago

Hans Kelsen: Positivisme Hukum, Grundnorm, dan Stufenbau Theory

Memahami hukum bisa dibilang sebagai studi yang berfokus pada suatu sistem norma, dengan memiliki sifat…

8 bulan ago

Seni Bertahan Hidup ala Victor E. Frankl

Apa yang mungkin dibutuhkan manusia untuk bertahan hidup? Kebanyakan orang tentu saja akan menjawab makan,…

8 bulan ago