Categories: Filsafat

Menolak Bunuh Diri dalam Filsafat Albert Camus

Kehidupan dapat dikatakan sebagai perjalanan atau proses dari manusia di dunia yang tidak terlepas dari ruang dan waktu. Pandangan dari setiap individu mengartikan kehidupan sangatlah beragam. Ada yang mengartikan kehidupan sebagai penderitaan dan ada yang mengartikan kehidupan sebagai kebahagiaan. Pemberian makna terhadap kehidupan dari setiap individu berangkat dari pengalaman dan pengetahuan mereka terhadap kehidupannya masing-masing.

Seperti halnya Albert Camus, filsuf eksistensialisme yang berasal dari Prancis ini berpendapat bahwa hidup adalah absurd atau tidak jelas. Hal tersebut berangkat dari pemahamannya untuk memahami kehidupannya dan mengamati beberapa permasalahan kehidupan orang lain seperti terjadinya bunuh diri serta tidak ditemukannya pandangan tentang makna kehidupan yang umum dimiliki semua manusia.

Baginya, kepastian pengetahuan yang diwujudkan dalam sains juga tidak mampu menjelaskan dunia. Setiap upaya dan hasil dari sains akan berakhir dengan abstraksi dan kesia-siaan. Meskipun banyak manusia yang berbicara secara rasional, namun jika dipahami secara mendalam kehidupan manusia sebenarnya bersifat irasional.

Garis besar pandangan filsafat Albert Camus tentang absurdnya kehidupan dipengaruhi oleh beberapa filsuf modern seperti Karl Marx, Kierkegaard, dan Nietzsche, serta berangkat dari pertanyaannya tentang apakah pengakuan dan pemahaman terhadap kehidupan yang absurd dan sia-sia ini membutuhkan adanya bunuh diri ?.

Dari pengamatan dan renungannya terhadap permasalahan tersebut, Camus menolak dengan keras kejadian bunuh diri yang merupakan penyerahan secara total eksistensi manusia terhadap absurditas kehidupan. Menurutnya, kehidupan adalah perjalanan manusia yang bergerak menuju kematian diiringi dengan penuh ketidakjelasan dan kesia-siaan yang akan terus menyiksa manusia.

Albert Camus memberikan solusi untuk menolak bunuh diri yang datang dari kesadaran absurd dengan melawan secara konstan absurditas kehidupan ini. Dia menganjurkan manusia untuk melakukan “pemberotakan” total untuk melawan yang absurd meskipun kita tidak memiliki harapan yang pasti pada kemenangan akhir kita melawannya.

Pemberontakan total berangkat dari kesadaran kita terhadap kehidupan manusia di dunia yang memang sifatnya tidak masuk akal, tidak jelas, dan penuh kesia-siaan, setidaknya kita memilki kebebasan untuk memberikan makna-makna dalam kehidupan kita. Kebebasan memaknai kehidupan tersebut merupakan sifat unik dari manusia, karena manusia merupakan satu-satunya makhluk yang bersikeras memiliki makna.

Karena kita mengetahui hidup itu tidak jelas, maka memberi makna sendiri dalam kehidupan adalah pertahanan yang baik dalam melawan absurditas hidup. Seringkali kita menemukan fenomena individu yang sedang bunuh diri yang disebabkan oleh sakit hati misalnya.

Hal tersebut adalah gambaran kurangnya pemahaman mereka bahwa kehidupan ini memang tidak jelas. Jika mereka memilih melompat kepada perilaku bunuh diri, sama saja mereka telah kalah dalam proses menaklukkan kehidupannya. Banyak hal yang lebih baik dilakukan daripada mereka bunuh diri. Misalnya dapat menganggap itu sebagai pengalaman buruk mereka dan akan memperbaiki diri agar tidak terjadi hal yang seperti itu lagi.

Lebih jauh Albert Camus memberikan sepatah kata untuk  yang berbunyi “Haruskah aku bunuh diri, atau minum secangkir kopi ?”. Quotes berbentuk pertanyaan tersebut memiliki makna didalamnya yaitu haruskah kita bunuh diri atau memilih untuk menikmati kehidupan dengan segala prblematikanya. Karena bagaimanapun juga, kita sebagai manusia tidak boleh menyerah begitu saja pada semua permasalahan kehidupan. Ya memang beginilah kehidupan, tidak selalu senang juga tidak selalu menyedihkan.

Pandangan filsafat Albert Camus ini mengajak kita untuk menikmati kehidupan yang tidak jelas ini dengan memberi makna sendiri terhadapnya. Kita memiliki kebebasan untuk memberikan makna dari kehidupan kita daripada kita memilih untuk melakukan bunuh diri. Kesadaran Albert Camus ini dapat kita gunakan untuk mengingatkan diri kita dan orang lain untuk senantiasa menikmati hidup waluapun sifatnya yang begitu absurd.

Naufal Robbiqis Dwi Asta

Share
Published by
Naufal Robbiqis Dwi Asta

Recent Posts

Agama dan Sains: Konflik Hingga Integrasi Keilmuan

Dilihat perspektif kesejarahan, agama dan sains mulanya bersahabat, ini pada abad 17 dimana keduanya pertama…

4 bulan ago

Konstruksi Patriarki dalam Ruang Seni

Beberapa tahun terakhir, ada peningkatan minat masyarakat Madura terhadap bidang seni. Peningkatan minat tersebut tidak…

6 bulan ago

Menjelajahi Konsep Kebebasan dalam Neon Genesis Evangelion melalui Lensa Filosofis Jean-Paul Sartre

Neon Genesis Evangelion merupakan salah satu anime yang sangat populer di seluruh dunia, terutama karena…

6 bulan ago

Globalisasi dan Konsekuensi Inferiority Complex

“Bodo amatlah pada standar kesuksesan yang diagungkan oleh society dan media. We Will be something,…

6 bulan ago

Hans Kelsen: Positivisme Hukum, Grundnorm, dan Stufenbau Theory

Memahami hukum bisa dibilang sebagai studi yang berfokus pada suatu sistem norma, dengan memiliki sifat…

8 bulan ago

Seni Bertahan Hidup ala Victor E. Frankl

Apa yang mungkin dibutuhkan manusia untuk bertahan hidup? Kebanyakan orang tentu saja akan menjawab makan,…

8 bulan ago