image by instagram/stephensanchez
image by instagram/stephensanchez

Dewasa ini, kemajuan teknologi menandai babak baru segala sektor kehidupan manusia, khususnya bagi generasi muda. Memang dalam penggunaannya, teknologi dapat memudahkan dan mempersingkat waktu, sehingga dirasa sangat mampu untuk menunjang aktivitas manusia. Cepatnya perkembangan teknologi pun menandai era disrupsi dan mau tak mau terkadang kita mengikuti alur dari laju teknologi.

Handphone yang kita miliki hari ini yang awal mulanya diciptakan sebagai media komunikasi yang di dalamnya hanya ada fitur telepon dan sms (short message service) yang sering digunakan. Namun, lambat laun berkembang dan fitur yang ada di handphone pun makin bertambah seperti fitur WhatsApp, Twitter, Instagram, bahkan TikTok yang mulai bersahabat dengan kita, terkhusus generasi muda. Tidak hanya itu, fitur hiburan pun mulai banyak ditambahkan ke dalam handphone, salah satunya fitur pemutar musik seperti aplikasi Spotify, JOOX, atau Youtube Music yang memfasilitasi beragam aliran musik dari masa ke masa yang membuat kita dapat mengakses dan mendengarkannya secara mudah dan karya berbagai musisi kini dapat diakses dan didengar dengan mudah melalui aplikasi pemutar musik.

Bahkan tak ayal, dengan adanya perkembangan teknologi dapat mengesampingkan bentuk fisik sebuah lagu dalam kaset atau compact disk. Namun, perkembangan musik digital memberikan keuntungan tersendiri bagi para musisi lama juga talenta musisi baru seperti Stephen Sanchez. Musik sendiri sesungguhnya dapat membebaskan keterkungkungan jiwa manusia, bahkan menurut Friedrich Nietzsche (1844-1900) hanya musik yang dapat memberikan arti dalam hidup manusia. Musik dapat menjadi tempat pelarian sementara manusia dari kenyataan hidup.

Adapun faktor yang diterimanya lagu dalam masyarakat salah satunya lirik yang penuh makna. Dalam karya lagu Stephen Sanchez yang berjudul “Until I Found You” yang rilis tahun lalu dalam album Until I Found You dengan genre indie, yang berisi tentang kisah cinta yang mungkin banyak dialami oleh segala kalangan. Dalam lagunya, Stephen Sanchez mewartakan perasaan emosional dalam lirik lagu “Until I Found You” yang membuat pendengarnya terbawa suasana, terkhusus bagi para sad boy atau sad girl dan tak jarang lagu ini juga sering terdengar ketika kita sedang asyik melihat snapgram atau sedang scroll Instagram, yang mempunyai lirik chorus sebagai berikut;

I would never fall in love again until I found her

(Aku tidak akan pernah jatuh cinta lagi sampai aku menemukannya)

I said “I would never fall unless it’s you I fall into”

(Saya berkata, “Saya tidak akan pernah jatuh kecuali Anda yang saya jatuhi”)

I was lost within the darkness, but then I found her

(Aku tersesat dalam kegelapan, tapi kemudian aku menemukannya)

I found you

(Aku menemukanmu)

Lirik yang ada pada lagu “Until I Found You” pada dasarnya menjadi bagian dari kajian bahasa karena lirik yang dinikmati dan didengar tersebut sudah barang pasti menggunakan bahasa dalam penciptaannya. Oleh karena itu, topik inti dalam tulisan ini mencoba untuk menganalisis lirik lagu “Until I Found You” melalui semiologi. Walaupun dalam verse pertama, verse kedua, dan chorus terdapat makna diketiganya. Namun, dalam tulisan ini akan lebih memfokuskan pada chorus atau reff lagu “Unti I Found You” milik penyanyi muda Stephen Sanchez dengan meminjam pemikiran salah satu tokoh semiologi, yakni Ferdinand de Saussure.

Semiologi Ferdinand de Saussure

Ferdinand de Saussure dikenal sebagai bapak semiologi modern sekaligus salah satu pencetus gerakan strukturalisme yang lahir di Perancis pada awal abad ke-20. Istilah semiologi atau semiotika berasal dari kata semeion yang memiliki “arti tanda”. Dalam semiotika dibagi dua kajian, yakni semiotika signifikansi dengan tokohnya Ferdinand de Saussure (1857-1913) dan semiotika komunikasi dengan tokohnya Charles Sander Peirce (1839-1914). Peirce menjadikan logika sebagai landasan teorinya, sedangkan Saussure menjadikan model linguistik sebagai landasan teorinya (Hidayat, 2009, pp. 131-132). Hal ini juga tak terlepas dari latar belakang keduanya, Saussure mengambil keilmuan linguistik, sedangkan Peirce mengambil keilmuan filsafat. Perbedaan lain terletak dalam penyebutan antara semiologi dan semiotika, jika Saussure dan orang-orang Eropa menggunakan istilah “semiologi”, sedangkan Peirce dan orang-orang Amerika menggunakan istilah “semiotika” yang sebenarnya, kedua istilah tersebut memiliki pengertian yang sama.

Dalam bukunya yang berjudul Course in General Linguistic, Saussure menjelaskan bahwa semiologi merupakan ilmu yang mempelajari tanda di dalam kehidupan sosial. Saussure menjelaskan bahwa bahasa akan selalu tertata dengan cara tertentu dan itu bagian dari struktur atau sistem tanda, karena jika tak ada struktur tersebut bahasa menjadi tak bermakna. Bagi Saussure, bahasa merupakan suatu sistem tanda yang mengekspresikan ide atau gagasan, dan karena itu dapat dibandingkan dengan sistem tulisan, simbol keagamaan, aturan sopan santun, dan sebagainya. Oleh karena itu, bahasa merupakan yang terpenting dalam sistem tersebut (Saussure, 1988, pp. 82-83).

Saussure dalam semiotikanya selalu mengonseptualisasikan dengan pendekatan linguistik, karena menurutnya linguistik sangat erat kaitannya dengan hubungan logis yang dapat menciptakan sistem pemikiran bersama. Linguistik dikategorikan Saussure ke dalam dua penyelidikan, yakni sinkronis dan diakronis. Penyelidikan sinkronis berarti mempelajari bahasa pada kurun waktu tertentu atau dalam bahasa populer saat ini disebut kekinian. Sedangkan penyelidikan diakronis berarti mempelajari bahasa sepanjang masa dengan membutuhkan waktu yang digunakan oleh para penuturnya (Chaer, 2012, p. 347). Dan Saussure menjelaskan, terdapat konsep tertentu dalam semiologinya, seperti sintagmatik dan paradigmatik, langue dan parole, serta signifier dan signified.

Sintagmatik dan Paradigmatik dalam Lagu “Until I Found You”

Dalam bahasa sendiri, hubungan antar unsur kata yang terstruktur mempunyai sifat linear, dan sebuah kalimat yang saling terurai antar subjek, predikat, objek, serta keterangan bersifat sintaktis, dan hubungan yang terurai itulah yang Saussure sebut sintagmatik atau in presensia. Sedangkan paradigmatik disebut in absensia atau hubungan yang tak tampak dalam susunan kalimat, namun tampak bilamana dibandingkan dengan kalimat lain, entah itu kalimat yang sama atau kalimat yang berbeda.

Dalam lagu Stephen Sanchez yang berjudul “Until I Found You” kita dapat melihat sintagmatik, seperti dalam penggalan aku sebagai subjek, tidak akan pernah sebagai predikat, jatuh cinta lagi sebagai objek, dan sampai aku menemukannya sebagai keterangan atau dalam penggalan aku sebagai subjek, tidak akan pernah jatuh sebagai predikat, Anda sebagai objek, dan yang saya jatuhi sebagai keterangan atau dalam penggalan aku sebagai subjek, menemukan sebagai predikat, dan kamu sebagai objek. Terdapat hubungan antar unsur-unsur kalimat yang tersusun secara berurutan dalam lirik tersebut. Sedangkan paradigmatik atau unsur lain di luar lirik tersebut yang dapat dipertukarkan juga ada dalam lirik lagu tersebut, misalnya dalam penggalan lirik “aku tidak akan pernah jatuh cinta lagi sampai aku menemukannya”, kata “aku” dapat dipertukarkan dengan kata lain yang sejenis, semisal “Stephen Sanchez tidak akan pernah jatuh cinta lagi sampai Stephen Sanchez menemukannya” atau kata jatuh cinta atau menemukannya yang dapat dipertukarkan dengan kasmaran dan mendapatkannya, contoh “aku tidak akan pernah kasmaran lagi sampai aku mendapatkannya”.

Langue dan Parole dalam Lagu Until I Found You”

Dalam bukunya Budiman (2011) dijelaskan bahwa Saussure membagi dua aspek penghubung antara penanda dan petanda yang ditetapkan sesuai kaidah yang disebut langue, dan aspek satunya lagi disebut parole. Langue sendiri mempunyai sifat merdeka yang mempunyai sistem nilai dan tak dapat diubah dan sifatnya kolektif, karena keseluruhan kata yang diperoleh dengan pasif dan diajarkan dalam masyarakat yang konkret dan menjadi lambang tulisan yang konvensional (Putri, 2020, p. 6) Langue dalam bahasa sendiri ibarat seperti permainan sepak bola, apabila ada satu atau dua pemain yang terkena kartu merah, maka akan berubah jalan mainnya dan menjadi kacau tak terkontrol dalam segi tim. Sama halnya dengan langue, jika sistem atau struktur katanya diubah, maka akan kacau arti dan pemaknaannya. Misal dalam penggalan lirik lagu “Until I Found You” dalam kalimat aku menemukanmu, jika katanya diganti menjadi kamu menemukanku artinya akan berubah dan tak akan sesuai dengan judul lagunya.

Jadi, langue menjadi sistem acuan dalam melakukan komunikasi bahasa. Sistem ini memiliki konvensinya, sehingga penutur tidak akan mampu secara serta-merta melakukan perubahan. Terbentuknya langue pun diterima secara pasif dan tak ada yang mempermasalahkan dari mana langue tersebut berasal. Misalnya kata “cinta” dalam penggalan lirik lagu “Until I Found You”, kita tak perlu mengetahui dari mana kata “cinta” itu asalnya. Namun, kata cinta ini diketahui oleh semua masyarakat bahasa, bahkan digunakan atau banyak diucapkan oleh banyak orang dalam menjalin hubungan dengan lawan jenisnya.

Sedangkan parole merupakan komponen dalam bahasa yang sepenuhnya personal yang dapat digunakan oleh penutur untuk menyampaikan pemikiran pribadinya atau bahasa sehari-hari yang terkonstruksi pada setiap individu berdasarkan pilihan bebas pemikirannya. Singkatnya parole sebagai perwujudan langue pada setiap individu, misalnya dalam penggalan lirik lagu “Until I Found You” pada kalimat “aku tidak akan pernah jatuh cinta lagi sampai aku menemukannya” jika diubah menjadi parole orang Sunda akan menjadi “abdi moal bogoh deui dugi ka mendakanana” atau jika diubah menjadi parole bahasa kekinian akan menjadi “gua mah kaga bakalan cinta lagi sampai gua nemuin dia” atau terkadang orang Jawa ketika mengucapkan “aku tidak akan pernah jatuh cinta lagi sampai aku menemukannya” kita masih akan menemukan logat Jawanya atau jika orang Batak yang mengucapkan kalimat tersebut, kita tetap akan menemukan logat Batak, sama halnya dengan orang Timur yang mengucapkannya demikian, logat Timur akan tetap kita temukan. Walaupun kalimat tersebut sama, namun dalam pelafalannya akan ditemukan perbedaan di setiap individu. Jadi parole merupakan wujud dalam pemakaian langue oleh masing-masing anggota masyarakat bahasa yang sifatnya konkret karena parole menjadi realitas fisis yang berbeda dari orang yang satu dengan orang yang lain.

Signifier dan Signified dalam Lagu Until I Found You”

Menurut Saussure, bahasa itu merupakan sistem tanda yang mempunyai dua komponen yang tak dapat dipisahkan, yakni penanda dan petanda atau signifier dan signified. Hubungan keduanya sangat erat kaitannya karena keduanya merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Signifier merupakan citra bunyi atau acoustic image yang timbul dari pikiran kita dan menjadi komponen penanda yang mencakup coretan makna. Penanda ini bagian dari tanda yang bisa didapatkan melalui indera yang berkaitan dengan petanda, karena signified atau petanda merupakan pengertian makna yang ditangkap oleh indera dan pikiran kita dan bagian dari kombinasi konsep serta acoustic image.

Jadi antara kedua komponen tersebut saling berkaitan, meskipun keduanya memiliki perbedaan. Namun, dalam mengimplementasikannya keduanya memiliki ketergantungan. Karena suara yang kita dengar, baik itu dari manusia, binatang ataupun bunyi lainnya hanya dapat dikatakan bahasa jika suara tersebut menyatakan ide atau pengertian tertentu. Karena suara yang timbul dari sebuah kata bahasa merupakan penanda atau signifier, sedangkan konsep kata tersebutlah yang dinamakan petanda atau signified. Namun, yang terpenting dari tanda itu cirinya yang bersifat arbiter dan hasil kolektif bersama.

Dalam musik terdapat makna di setiap kata yang terangkai, entah itu makna kerinduan manusia akan perasaan kepada seseorang atau bagian dari sikap romantisme seseorang. Namun, musik menjadi berarti bilamana memiliki makna atau hubungan relasi dengan kehidupan sehari-hari sebagai petanda bahwa setiap katanya merupakan bagian dari penanda. Dalam lagunya Stephen Sanchez yang berjudul “Until I Found You” gambaran tentang signifier dan signified banyak disajikan olehnya. Sebagai contoh dalam penggalan lirik “aku tidak akan pernah jatuh cinta lagi sampai aku menemukannya” penggalan tersebut merupakan bagian dari signifier yang sebagai penanda. Dan konsep susunan kata yang menjadi bagian kalimat dari lirik tersebut mempunyai signiefied, yang bila dijabarkan mungkin saja subjek aku tidak akan pernah mencintai orang lain, selain Georgia (nama ini disebutkan di verse pertama dan kedua lagu).

Di kalimat chorus selanjutnya kita menemukan signifier dalam kalimat “saya berkata, saya tidak akan pernah jatuh kecuali Anda yang saya jatuhi” terdapat signified didalamya bahwa saya sebagai subjek tidak akan mencintai kecuali mencintai Georgia. Kemudian dalam kalimat “aku tersesat dalam kegelapan, tapi kemudian aku menemukannya” yang merupakan bagian dari signifier yang mencakup signified bahwa dia telah jatuh pada kekelaman karena tak lagi bisa bersama Georgia namun dia sebagai subjek aku, kembali kepada mantannya itu, sehingga dia merasakan kembali cinta yang sebelumnya didapatkan dari Georgia. Sehingga terdapat penegasan ulang dalam kalimat berikutnya “aku menemukanmu” yang merupakan bagian penanda bahwa dia merasakan kebahagiaan kembali setelah dia menjalin kembali asmara bersama Georgia dan bagian ini merupakan petanda.

Setelah melalui proses analisis semiologi Ferdinand de Saussure pada chorus lirik lagu “Until I Found You” yang dinyanyikan oleh Stephen Sanchez terbukti mengandung makna kebahagiaan setelah menemukan kembali mantan pujaan hatinya atau merajut asmara kembali dengan Georgia. Terkadang dalam hubungan asmara, kita akan selalu dihantui dengan perpisahan dan membuat kita takut untuk kehilangan, karena efek dari kehilangan seseorang yang disayang itu menimbulkan rasa enggan untuk menjalin kasih dengan orang yang berbeda dari orang yang sebelumnya ada dihati kita. Tetapi dengan adanya lagu ini, kita diberikan suatu rasa eksentrik jika kita dapat kembali kepada orang yang kita cintai. Kerap kali lagu ini pun diputar atau didengarkan oleh orang yang sedang merasakan galau karena ditinggal pasangannya, namun terkadang dalam bahasa cinta terhadap pasangan pun dirasa perlu semiologi agar setiap bahasa yang diucapkan mempunyai makna.

Referensi

Budiman, K. (2011). Semiotika Visual: Konsep, Isu, dan Problem Ikonisitas. Yogyakarta: Jalasutra.

Chaer, A. (2012). Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Hidayat, A. A. (2009). Filsafat Bahasa: Mengungkap Hakikat Bahasa, Makna, dan Tanda. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Putri, N. P. (2020). Keterampilan Membaca: Teori Ferdinand de Saussure. Ejournal STKIP PGRI Pacitan (Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Persatuan Guru Republik Indonesia), 1-13.

Saussure, F. d. (1988). Pengantar Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

 

About The Author