Akhir-akhir ini, dunia digemparkan dengan hadirnya sebuah mikro organisme berskala 0,05 mm. Sebuah virus yang lantas menjadi momok menakutkan bagi masyarakat, terutama kalangan lansia juga balita. Tak dapat dipungkiri, sebagian besar korban yang meninggal akibat Virus Corona merupakan lansia, balita, dan orang-orang yang sebelumnya memiliki penyakit kronis.

Coronavirus merupakan salah satu virus yang menyebabkan penyakit pada manusia dan hewan. Pada manusia biasanya menyebabkan infeksi saluran pernapasan, mulai flu biasa hingga penyakit yang serius seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan Sindrom Pernafasan Akut Berat/Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS). Coronavirus jenis baru muncul di Wuhan Cina, pada Desember 2019, kemudian diberi nama Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-COV2), dan menyebabkan penyakit Coronavirus Disease-2019 (COVID-19).

Sejak awal kemunculannya di akhir tahun 2019, Virus Corona secara pesat mulai menggemparkan dunia. Pemerintah setiap negara pun dipaksa untuk memutarbalikkan otak lebih keras lagi untuk menghadapi banyaknya korban yang terus berjatuhan, kasus-kasus kriminalitas yang mulai marak, dan penurunan ekonomi yang cukup signifikan. Hal tersebut juga dialami oleh pemerintah Indonesia dalam upaya pencegahan bertambahnya korban yang jatuh.

Setiap pemerintah daerah mulai memberlakukan PSBB. Semua masyarakat dihimbau untuk selalu Stay di rumah tanpa melakukan aktifitas di luar ruangan, kecuali hal yang benar-benar mendesak seperti berobat, belanja kebutuhan pokok, dan sebagainya. Kita juga dianjurkan untuk saling melakukan social distancing untuk mencegah peningkatan penularan dari virus tersebut. Maka tak heran, sekelas tempat-tempat ibadah pun sempat ditutup, perusahaan dan pabrik-pabrik dibubarkan, para pedagang kaki lima atau asongan mau tidak mau harus gulung tikar lebih awal.

Fenomena tersebut sangat berdampak besar terhadap perekonomian masyarakat, khususnya tingkat menengah ke bawah. Dikarenakan sebagian besar dari mereka merupakan buruh-buruh yang di PHK perusahaannya, pedagang-pedagang yang kehilangan konsumennya, hingga pekerja yang diliburkan tanpa mendapatkan gaji. Kemudian dengan adanya Pandemi ini, nilai kurs dollar terhadap rupiah meninggi hingga mencatat 16.000/$US. Nilai ini jika dibandingkan dengan tahun-tahun kemarin tergolong nilai yang sangat menyedihkan meski tak separah ketika krisis moneter tahun 1998 lalu. 

Ekonomi sebagai pondasi utama yang menunjang keberlangsungan suatu negara tak dapat dianggap sebelah mata. Bisa dibayangkan, semua proyek (baik perawatan dan pengobatan pasien COVID-19, pembaharuan alat tansportasi atau pelaksanaan pendidikan), tanpa tunjangan ekonomi yang baik hanya akan menambah masalah. Korban positif COVID mulai tak terbendung, rumah sakit tak mampu menampung pasien dengan kurangnya ketersedian alat medis. Para pengangguran karena Pandemi ini bisa jadi banyak meninggal karena kelaparan tidak mendapat pangan. Hal ini merupakan problematika kita semua yang tak kunjung usai. Di tengah kebingungan akibat krisis ini, lantas muncullah orang-orang yang mengemukakan bahwa Corona ini merupakan senjata biologis sebagai konspirasi elit global.

Namun, sebelum merujuk lebih dalam, kita harus mengetahui arti dari konspirasi dan teori konspirasi itu sendiri. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata “konspirasi” memiliki arti persekongkolan atau komplotan orang dalam merencanakan sebuah kejahatan yang dilakukan dengan rapi dan sangat dirahasiakan. Pelaku konspirasi disebut dengan konspirator. Sebab sifat pengerjaannya yang mulus dan rahasia, maka sulit untuk membuktikan konspirasi dan hanya berujung pada desas-desus. Ketidakmampuan menjawab inilah yang disebut sebagai teori konspirasi (seperti dikutip dari Tirto.Id).

Konspirasi yang sering dikait-kaitkan dengan Negara Israel sering kali dianggap mengemban misi menciptakan peradaban baru atau yang lebih akrabnya; New World Order, dengan langkah awal mengurangi populasi manusia dan menguasai militer serta industri perekonomian. Langkah ini cukup terkendala jika dilakukan melalui agrari ataupun kudeta, karena pasti membutuhkan biaya besar dan tentunya waktu yang tidak sebentar. 

Mereka para zionis mempercayai bahwa setelah dunia dapat dikuasainya, maka sang pemimpin yang dijanjikan akan turun dan lantas menjadi pemimpin mereka di tanah yang dijanjikan. Mereka yakin bahwa tanah yang dijanjikan itu adalah Haikal Sulaiman, dan tempat tersebut berada tepat di bawah Masjidil Aqsa. Maka tak mengherankan, mengapa hingga saat ini tak bosan-bosannya mereka mengkudeta daerah tersebut.

Dengan sebuah virus yang dimutasikan, cara ini dinilai sangat efisien bahkan nyaris sempurna. Tidak terlalu banyak mengeluarkan biaya dan tak butuh waktu lama untuk menyebar ke seluruh belahan dunia. Italia roboh, Amerika hancur, dan Cina melemah dalam waktu singkat.  

Dikatakan bahwasannya target sentral dari peluncuran virus ini adalah ekonomi. Setiap negara dibuat sebisa mungkin agar perekonomiannya anjlok. Hingga untuk mencukupi kebutuhan masyarakatnya saja, negara tersebut harus mencari pinjaman dana. Dalam hal ini, bantuan yang ditawarkan berupa pinjaman hutang yang berskala besar (tentunya) dibarengi dengan bunganya yang berlipat-lipat. Tak memungki negara tersebut tak bisa membayar cepat-cepat. Maka dari sinilah pulau mulai diperjual belikan, kekuasaan menjadi alat tebus, yang ujung-ujungnya negara tersebut harus tunduk dan tak dapat berdaya kembali.                                

Pada akhirnya, hal yang sudah dipaparkan masih berupa hipotesa dari sebagian kelompok yang ikut bersuara saja. Mau percaya atau tidak, itu kembali lagi kepada kita sebagai pembaca. Amati dan perhatikan sekelilingmu. Jangan hanya menjadi fanatisme yang terfokus pada satu pemahaman lantas menutup mata kemudian mengkalim hanya dirinya saja yang benar. Untuk itu, selalulah membaca.

* Penulis adalah seorang santri sekaligus kontributor di majalah Renew