image by How to systematically approach truth - Bayes' rule (https://www.youtube.com/watch?v=4hHA-oqpNig)

Dalam suatu komunitas ilmiah, kita tahu bahwa pencarian bukti bagi suatu fenomena alam harus melalui suatu pengujian ilmiah yang ketat. Dalam konteks sains, epistemologi sangat relevan karena membahas pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang bagaimana ilmu pengetahuan dibangun, disusun, dan dijustifikasi. Epistemologi dalam sains membantu kita memahami dasar-dasar filosofis dari ilmu pengetahuan, bagaimana ilmu pengetahuan berkembang, dan bagaimana kita dapat memahami dan membenarkan pengetahuan ilmiah. Dalam hal lain, epistemologi sains juga membuka diskusi tentang batasan-batasan pengetahuan ilmiah dan pertimbangan etis dalam penelitian dan praktik ilmiah.

Ilmu sains yang berkaitan dengan kehidupan dan organismenya yakni biologi mengalami suatu bagian dari proses “Revolusi Sains” (konsep yang dikenalkan oleh Thomas S. Kuhn) sejak dipublikasikannya buku oleh Charles Darwin yang berjudul “On the Origin of Species” (Tentang Asal Usul Spesies) pada tahun 1859. Dimana buku ini karya sangat berpengaruh dalam sejarah sains dan menjelaskan teori evolusi melalui seleksi alam. Terkait dengan hal bagaimana pengetahuan tentang teori evolusi diperoleh, diuji, dan dijustifikasi dalam konteks ilmu pengetahuan merupakan bagian dalam epistemologi teori evolusi. Landasan apa saja yang dibangun oleh epistemologi teori evolusi, diantaranya bukti empiris (pengamatan), pengujian dan perumusan hipotesis, analisis statistik dan model matematis, pengujian falsifikasi dan skeptisisme, hingga konsensus komunitas ilmiah.

Penggunaan model matematis dalam penelitian sains secara umum merupakan rangkaian proses epistemologi formal yang didalamnya menggunakan alat seperti logika, teori himpunan, serta statistik dan probabilitas. Salah satu pendekatan formal yang paling menonjol atau sering digunakan yakni Teorema Bayes. Teorema Bayes (kemudian dapat disebut “Bayesian”) adalah prinsip dasar dalam statistika yang digunakan untuk menghitung probabilitas suatu peristiwa (proposisi) berdasarkan informasi atau bukti yang ada. Teorema ini dinamai sesuai dengan nama matematikawan Inggris, Thomas Bayes, yang pertama kali mengembangkan prinsip ini pada abad ke-18.

Prinsip dasar bayesian, dimulai dengan membuang pandangan tradisional (epistemologi tradisional) tentang keyakinan “biner” sebagai soal iya-atau-tidak-sama-sekali (entah Anda meyakini suatu proposisi atau tidak) dan sebaliknya memperlakukan keyakinan sebagai sesuatu yang memiliki tingkatan. Tingkatan ini ditentukan oleh seberapa kuat sebuah proposisi didukung oleh bukti. Seperti yang akan kita lihat dalam penggunaannya pada teori evolusi, kerangka Bayesian secara alami cocok untuk konteks ilmiah secara umum. Sangat jarang satu eksperimen mengubah opini komunitas ilmiah; pencarian kebenaran ilmiah diperjuangkan dengan susah payah melalui banyak eksperimen dan program penelitian karena hipotesis secara bertahap mendapatkan atau kehilangan dukungan mengingat bukti yang berubah. Bayesian memungkinkan kita untuk memodelkan proses ini, sampai pada pemahaman yang lebih kuat tentang pengetahuan ilmiah, dan menggunakan pemahaman ini untuk menyelesaikan beberapa kontroversi terkait pemilihan teori.

Teorema Bayes umumnya dinyatakan sebagai berikut:

Rumusan Teorema Bayes diatas dapat dipahami dalam penjelasan berikut:

P(H|E) merepresentasikan probabilitas hipotesis H mengingat bukti E, yang di dalamnya H dan E adalah dua proposisi atau peristiwa. Ia memberitahu Anda seberapa besar kemungkinan E membuat H. Karena probabilitas ini bergantung atau bersyarat pada E, maka ia disebut sebagai probabilitas bersyarat.

Proses memperoleh probabilitas ini disebut kondisionalisasi (atau pengondisian). Sebelum kondisionalisasi, seseorang mulai dengan probabilitas prior, P(H). Ini adalah semacam probabilitas awal atau dasar untuk H, yang belum memperhitungkan bukti E. Setelah kondisionalisasi, seseorang berakhir dengan probabilitas posterior, P(H|E).

Mengingat konsep-konsep ini, kita sekarang dalam posisi untuk memahami aturan pengondisian, yang merupakan proposal yang relatif intuitif: setiap kali seseorang memperoleh bukti baru E mengenai hipotesis H, cara yang tepat untuk memperbarui kepercayaan awal seseorang terhadap H—yang diberikan oleh P(H)—adalah dengan mengacu pada E, kemudian menyesuaikan kepercayaan baru seseorang itu pada hasil berikut: Setelah mendapatkan bukti E, kepercayaan yang diperbarui Pbaru(H) itu diberikan oleh P(H|E).

Pentingnya teorema Bayes adalah bahwa ia membantu kita mempraktikkan hal ini dengan memberi kita cara yang tepat untuk menghitung efek pengondisian. Tetapi sebelum kita dapat melihat cara kerjanya, pertama-tama kita harus memeriksa komponen lain dari teorema tersebut.

P(E|H) adalah probabilitas memperoleh bukti E jika hipotesisH benar. Komponen ini sering disebut kemungkinan (likelihood). Kadang-kadang digambarkan sebagai “daya penjelas”H sehubungan dengan E. Pada dasarnya, ini mengukur seberapa baik hipotesis Anda memprediksi bukti. Jika eksperimen yang dilakukan dan dirancang dengan baik menghasilkan E sebagai hasil yang diharapkan dari H, maka nilai ini akan tinggi.

P(E) adalah probabilitas memperoleh bukti E. Jika bukti mudah diperoleh secara kebetulan, maka tidak baik meningkatkan kepercayaan Anda pada hipotesis tersebut. Teorema Bayes menjelaskan hal ini karena jika P(E) besar, maka ia akan mengurangi probabilitas posterior Anda mengingat ia adalah penyebut dalam teorema Bayesian yang menjadikan rasio lebih kecil.

Salah satu penerapan konkrit bayesian pada teori evolusi yakni pada “Pohon (percabangan) Filogenetik” atau pemetaan kekerabatan yang menggambarkan hubungan evolusioner antara berbagai spesies atau organisme berdasarkan kemiripan dan perbedaan karakteristik fisik dan/atau genetik. Contoh sederhananya adalah sebagai berikut:

Kita ingin memahami hubungan evolusioner antara tiga spesies burung: A, B, dan C. Kemudian kita telah memiliki data DNA yang menggambarkan perbedaan genetik di antara mereka.

Langkah-langkahnya sebagai berikut:

  1. Pemodelan Hubungan Evolusioner: Bayesian memungkinkan kita untuk memodelkan pohon filogenetik yang merepresentasikan hubungan evolusioner antara spesies-spesies tersebut. Misalnya, kita ingin tahu apakah spesies A lebih dekat terkait dengan B atau C.
  2. Parameter Estimasi: Kami mengestimasi parameter-parameter evolusioner seperti waktu percabangan (kapan spesies terpisah) dan tingkat mutasi. Ini membantu kami memahami sejarah evolusi mereka.
  3. Ketidakpastian: Bayesian memungkinkan kami untuk mempertimbangkan ketidakpastian dalam data genetik dan pengetahuan awal kami tentang parameter-parameter tersebut.
  4. Distribusi Prior: Kami menggunakan distribusi prior yang mencerminkan keyakinan awal kami tentang hubungan evolusioner ini. Misalnya, jika kami memiliki alasan untuk percaya bahwa spesies A dan B lebih dekat secara evolusioner, ini akan tercermin dalam prior kami.
  5. Perhitungan Posterior Probability: Dengan menggabungkan prior dengan data DNA yang kami miliki menggunakan teorema Bayes, Bayesian memungkinkan kami menghitung posterior probability distribution untuk parameter-parameter tersebut. Ini memberi kami gambaran tentang sejauh mana data mendukung hubungan evolusioner tertentu.
  6. Interpretasi dan Pohon Filogenetik: Hasil analisis Bayesian menghasilkan pohon filogenetik yang menggambarkan hubungan antara spesies A, B, dan C. Pohon ini membantu kami menggambarkan hubungan evolusioner mereka. Misalnya, jika posterior probability menunjukkan bahwa spesies A dan B lebih dekat secara evolusioner, ini akan tercermin dalam struktur pohon.
  7. Validasi dan Pengujian: Hasil analisis Bayesian dapat diuji dengan berbagai metode statistik dan teknik validasi untuk memastikan bahwa model filogenetik yang dihasilkan sesuai dengan data dan teori evolusi.

Contoh diatas adalah ilustrasi sederhana tentang bagaimana Bayesian digunakan untuk menjelaskan hubungan antar spesies dalam teori evolusi. Dalam situasi sebenarnya, analisis filogenetik Bayesian akan melibatkan data genetik yang lebih kompleks dan banyak spesies, tetapi konsep dasarnya tetap sama. Selain itu, bayesian sendiri tidak hanya digunakan sebagai analisis Pohon Filogenetik seperti dijelaskan di atas. Namun juga dapat digunakan dalam model Estimasi Tarif Evolusi, Penilaian Ketidakpastian dalam Model Evolusi, Rekonstruksi Karakter Ancestral (keturunan/leluhur) dan Analisis Seleksi Alamiah.

Sementara teorema Bayes dapat memodelkan secara representasi matematis dari suatu fenomena alam. Namun, seperti semua metode ilmiah lainnya, pendekatan ini juga memiliki kekurangan dan batasan tertentu. Beberapa kekurangan utama dari pendekatan Bayesian dalam konteks teori evolusi adalah:

  1. Ketergantungan pada prior yang subjektif: Pendekatan Bayesian memerlukan spesifikasi prior probability distributions, yang dapat menjadi subjektif tergantung pada pemahaman dan penilaian individu. Hal ini dapat menyebabkan hasil yang bervariasi tergantung pada pilihan prior yang dibuat.
  2. Penghitungan yang kompleks: Analisis Bayesian sering melibatkan penghitungan yang kompleks, terutama ketika model evolusi menjadi rumit dengan banyak parameter. Hal ini dapat memerlukan perangkat keras komputasi yang kuat dan waktu komputasi yang signifikan.
  3. Keterbatasan dalam data: Pendekatan Bayesian sangat tergantung pada data yang ada. Jika data yang digunakan untuk analisis tidak lengkap atau tidak akurat, maka hasil analisis Bayesian juga akan terbatas dalam akurasi dan keandalannya.
  4. Pilihan model yang tepat: Memilih model yang tepat untuk mewakili evolusi organisme tertentu bisa menjadi tantangan. Pilihan model yang salah dapat menghasilkan hasil yang tidak akurat atau bias.
  5. Kelebihan parameter: Beberapa model evolusi Bayesian dapat memiliki banyak parameter, dan tidak selalu mudah untuk menentukan jumlah parameter yang sesuai untuk mewakili evolusi yang sedang diteliti. Kelebihan parameter dapat mengakibatkan overfitting dan kesulitan dalam interpretasi hasil.
  6. Tergantung pada asumsi: Pendekatan Bayesian dalam teori evolusi sering mengandalkan sejumlah asumsi yang mungkin tidak selalu memenuhi kondisi di alam nyata. Misalnya, asumsi seperti stasioneritas atau independensi situs genetik tertentu dapat menjadi terbatas dalam representasi evolusi yang sebenarnya.
  7. Komputasi yang mahal: Analisis Bayesian sering memerlukan penggunaan sumber daya komputasi yang signifikan, terutama ketika bekerja dengan data besar atau model yang rumit. Hal ini dapat membuat analisis menjadi mahal dalam hal waktu dan biaya.

Meskipun ada beberapa kekurangan dalam pendekatan Bayesian dalam teori evolusi, banyak peneliti tetap menggunakannya karena fleksibilitasnya dan kemampuannya untuk mengatasi sebagian besar batasan ini dengan pendekatan yang cermat. Penting untuk memahami kelemahan dan batasan ini saat menggunakannya untuk memahami evolusi organisme.

Namun, penting untuk diingat bahwa teori evolusi adalah salah satu teori ilmiah yang paling mendukung di dalam ilmu biologi. Selama lebih dari satu abad, banyak bukti empiris telah dikumpulkan yang mendukung teori ini, dan teori ini telah melewati uji waktu. Seringkali, ketika ada ketidaksepakatan atau pertanyaan dalam ilmu biologi, itu berkaitan dengan detail dan mekanisme yang lebih spesifik dalam proses evolusi, bukan dengan konsep dasar evolusi itu sendiri.

Dalam ilmu pengetahuan, seperti dalam metode ilmiah pada umumnya, teori atau hipotesis tidak pernah dianggap sebagai kebenaran mutlak yang tidak dapat digoyahkan. Sebaliknya, ilmuwan selalu terbuka untuk mengujinya, merevisi, atau menggantikannya jika ada bukti yang kuat yang mendukung hal tersebut. Ini adalah salah satu kekuatan ilmu pengetahuan yang memungkinkan kemajuan pengetahuan yang berkelanjutan.

Sumber referensi dan bacaan lanjutan:

Barnett, B. C. (2022). Pengantar Filsafat: Epistemologi. Penerbit Antinomi, Yogyakarta.

Campbell, J. O. (2016). Universal Darwinism as a process of Bayesian inference. “Frontiers in Systems Neuroscience, 10(JUN), 1–8.

Yang, Z. (2014). Molecular Evolution: A Statistical Approach. Oxford University Press, Oxford, United Kingdom.

About The Author