image by tribunnewswiki.com
image by tribunnewswiki.com

Dunia Islam sejatinya sudah berkontribusi dalam memperkaya dunia intelektual sebelum filsafat diadopsi dalam kemasan Islam. Bukti ini bisa kita lihat dari kitab suci Al-Qur’an yang diciptakan dengan susuan kata yang baik, sastra terbaik pada zamannya. Selain dalam kepercayaan, hal ini tentu menjadi objek kajian dalam dunia sastra Arab. Kemudian pergantian zaman silih berganti, dunia pendidikan dalam Islam tentu juga mengalami perkembangan, baik dalam bidang Aqidah, Fiqh, Hadist, Tafsir, teknologi dan juga filsafat. Kali ini kita akan terfokus pada pembahasan tentang filsafat.

Fisafat Islam merupakan suatu rentetan ilmu pengetahuan dalam Khazanah Islam yang berasal dari Yunani. Hampir semua dari kita tahu bahwa Yunani sebagai muara atau yang pertama kali memperkenalkan filsafat. Dicatatkan dalam berbagai referensi, Islam mulai mempelajari Filsafat Yunani pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah yang saat itu karya-karya dari Yunani diterjemahkan dalam bahasa Arab secara gila-gilaan.

Meski filsafat Islam sudah menjadi salah satu disiplin keilmuan, namun tak jarang ada yang menganggap bahwa filsafat Islam itu sebenarnya tidak ada. Itu hanyalah alih bahasa dari Yunani ke bahasa Arab. Ada juga yang berpendapat bahwa penerjemahan besar-besaran itu seakan-seakan menunjukkan bahwa Islam tidak kreatif dan inovatif dalam menyumbang ilmu pengetahuan.

Salah seorang orientalis yang bernama G.T Tennemann berpendapat bahwa flsafat Islam tidak dianggap sebagai karya orang Islam karena beberapa hal. Antara lain karena Kitab suci Al-Qur’an yang menjadi pedoman mutlak umat muslim dapat menghalang-halangi kebebasan berfikir, selanjutnya filsafat Islam sendiri ditolak oleh beberapa orang Islam yang fanatik dan sangat terpaku kepada Aristoteles.

Dengan alasan tersebut membuat G.T Tennemann menyimpulkan bahwa karya kaum muslimin hanyalah sekedar ulasan terhadap filsafat Yunani terkhusus pemikirannya Aristoteles yang diterapkan ke dalam ajaran-ajaran Islam.

Walaupun demikian, saya sendiri berpendapat bahwa filsafat Islam merupakan karya orisinil dari Islam. Meski banyak menerjemahkan teks dari Yunani, filsafat Islam tentu juga melibatkan kitab suci Al-Qur’an dan Hadist sebagai sumber pemikiran rasional dan filosofis. Kehadiran Al-Qur’an bukan menjadi penghambat dalam kebebasan berfikir, sebab Al-Qur’an sendirilah yang sering menyerukan Afala tatafakkarun (Apakah engkau tidak berfikir).

Sementara fanatisme beberapa kalangan Islam adalah bentuk pemahaman mereka tentang Al-Qur’an secara harfiah. Orang-orang tekstual ini tentu akan kesulitan menyambungkan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup dengan problematika zaman yang selalu bertransformasi, sehingga pemikiran mereka memang tidak cocok dengan filsafat. Jadi tidak bisa dibenarkan bahwa filsafat Islam itu tidak ada hanya ditolak oleh golongan yang berbeda pandangan. Justru filsafat Islam hadir untuk menegahi hal-hal demikian.

Argumen lain tentang bantahan bahwa Islam tidak menjiplak adalah bukanlah suatu kepastian bahwa belajar dari orang lain berarti mengikuti semua hal tentang orang lain itu. dalam hal ini Islam memang menerjemahkan karya Yunani tapi itu tidak berarti Filsafat Islam sepenuhnya mengikuti Yunani. Kita semua bisa saja mengambil argumen orang lain, namun tak serta merta dituduh menjiplak ketika kita menambahkan argumen kita sendiri. Menurut saya hal tersebut malah menjadi sesuatu yang kebaharuan.

Bisa kita lihat dari tiga rantai filsuf besar Yunani, yakni Socrates yang menjadi gurunya Plato dan kemudian Plato memiliki murid bernama Aristoteles. Jarang kita mendengar bahwa Plato sebenarnya hanya menjiplak dari Socrates dan Aristoteles hanya mengikuti filsafatnya Plato. Hal ini dikarenakan mereka juga menampilkan teori dan filsafatnya sendiri. Sehingga nama-nama tadi tercatat sebagai filsuf yang membawa warna baru dalam dunia filsafat. Seharusnya filsafat Islam juga dipandang demikian.

Selain itu, gagasan dan pemikiran hasil produksi filsafat Islam itu merupakan refleksi atau respon dari lingkungan sekitar para tokoh. Filsafat Yunani dan filsafat Arab lahir di tempat yang berbeda, di zaman yang berbeda, dan tentu dengan kondisi sosial yang berbeda. Tentu sangat tidak cocok menyamakan filsafat Yunani dan Islam dengan beberapa perbedaan yang sangat signifikan.

Sebenarnya, jauh sebelum penerjemahan di masa dinasti Abbasiyah, logika dalam dunia Islam itu sudah hadir lebih dulu. Hal ini dibuktikan dari berbagai aliran kalam seperti Mu’tazilah dan Qadariyah, yang mana dua aliran ini memiliki kesamaan yang sama-sama mengedepankan akal. Sehingga pemikiran masyarakat pada zaman itu berkembang lebih rasional. Hanya saja belum diulas begitu dalam dan dikemas menjadi ilmu filsafat.

Al-Kindi merupakan tokoh Islam yang dianggap pertama kali memperkenalkan filsafat Islam. Hal tersebut tercantum dalam karyanya al-Falsafah al-Ula yang berisi tentang objek bahasan dan kedudukan filsafat serta ketidaksenangannya pada orang-orang yang anti filsafat. Dalam filsafatnya, Al-Kindi menjelaskan tentang penciptaan alam semesta, keabadian jiwa dan pengetahuan tentang Tuhan. Karena terbilang baru dalam Islam, pendapat yang dibawa Al-Kindi tidak terlalu bergema ditambah lagi masih dominannya ulama-ulama fiqh pada masanya.

Namun, perjalanan filsafat Islam tetap terus berlanjut, hingga masa Al-Ghazali ada beberapa filsuf yang takut befilsafat, sebab  Al-Ghazali melontarkan kritikan keras kepada filsafat lewat bukunya Tahafut Al-Falasifah yang nantinya dibantah oleh Ibnu Rusyd dengan menuliskan buku tandingan berjudul Tahafut-At-Tahafut. Namun meskipun mengkritik filsafat Al-Ghazali tetaplah seorang filsuf muslim dengan berbagai gagasan hebatnya.

Argumen-argumen di atas merupakan bantahan-bantahan yang saya kemukakan lewat pandangan saya sendiri dan ditambah dengan berbagai referensi, bahwa filsafat Islam patut untuk diakui sebagai salah satu anak kandung dari Islam yang proses perjalananya tak hanya sebatas meniru. Meskipun hingga kini filsafat Islam masih bermasalah mengenai eksistensi, hal tersebut juga dikarenakan masih tersisanya sikap permusuhan dari beberapa orang barat dan fanatisme kelompok tekstualis yang berasal dari Islam sendiri.

Sumber:

Soleh, K. (2014). Mencermati Sejarah Perkembangan Filsafat Islam. TSAQAFAH: Jurnal Peradaban Islam, 10(1), 63-84. DOI: http://dx.doi.org/10.21111/tsaqafah.v10i1.64

Syam, M. B. (2017). Pandangan Orientalis Tentang Eksistensi Filsafat Islam. Jurnal Aqidah-Ta: Jurnal Ilmu Aqidah, 3(1), 26-30.