image by theologyforum.files.wordpress.com
image by theologyforum.files.wordpress.com

Schleiermacher, atau nama lengkapnya Friedrich Daniel Ernst Schleiermacher sangat dikenal sebagai “Bapak Hermeneutik Modern”. Tokoh berkelahiran 21 November 1768 di Breslau, Polandia itu juga dikenal sebagai pengkhutbah, sekaligus memimpin jemaat Protestan.

Namun, kariernya itu terambang, dan diselimuti kebimbangan sejak ia dikirim oleh keluarganya ke sebuah seminari di Barby yang sangat sarat dengan kepustakaan ilmiah dan filosofis, sehingga ia memutuskan studi filsafat, teologi, dan filologi di Universitas Halle. Dan di situ pula, untuk pertama kalinya, ia membaca filsafat kritis Kant.

Tokoh kelahiran Polandia itu tidak hanya belajar di Universitas tersebut, ia juga bersahabat dengan kalangan cendekiawan dan sastrawan Romantik, di antaranya keluarga von Humboldt, Rahel Varnhagen, Dorothea Veit, terutama Friedrich Schlegel. Pengaruh orang-orang romantik inilah yang mendorong minat Schleiermacher terhadap kajian hermeneutik. Dengan begitu, disamping ia memahami gramatika teks dengan rasional, ia juga menyertakan pendekatan emosional penulis, sehingga hermeneutik Schleiermacher bernuasa ‘romantis’.

Ketekunannya dalam ‘berkhutbah’, tidak lain sebagai muballigh jamaat protestan dulunya, membuat tokoh itu semakin memperhatikan umat di zamannya yang terseret dalam lingkaran kapitalisme. Dengan teknik romantisme, ia menyeru jamaatnya lewat cara “menggali kembali kebijaksanaan kuno dalam tradisi, agama, mitos untuk menemukan maknanya bagi masa kini, dan terutama menemukan perasaan sebagai kekuatan manusiawi yang amat penting”.

Singkat kata, ia mengenalkan ‘romantisme’ sebagai bentuk ‘empati’ terhadap teks, dengan memahami trasformasi di antara author, interpreter, serta teks yang dipaparkan, sehingga kembalinya kebijaksanaan dalam tradisi dan agama terdahulu, serta menemukan makna sesuai, dan menempatkannya pada masa kini. Dengan begitu, akan terimbangi dengan kemajuan kapitalisme. Ia menghembus nafas terakhirnya di Berlin pada tanggal 6 Februari 1834.

Seni Memahami

Seni memahami, atau istilah dalam bahasa Jerman dikenal dengan ‘Kunstslehre des Verstehens’ adalah sebuah metode memahami teks secara benar, agar jauh dari ‘kesalah pahaman’. Namun perlu diketahui, sebelum mengetahui apa itu ‘kesalah pahaman’, harus mengetahui, dan membedakan terlebih dahulu term antara ‘pemahaman’ dengan ‘memahami’.

Bedanya, kalau ‘pemahaman’ adalah sebuah simbol yang sudah baku. Berbeda dengan ‘memahami’, kata itu menunjukkan proses yang terus berkelanjutan dalam memahami, sehingga dalam interpretasi dengan ‘memahami’ akan lebih luas, dan berkembang. Oleh karena itu, F. Budi Hardiman mengistilahkan ‘Verstehens’ dalam bahasa Jerman dengan ‘memahami’.

Kembali ke pusat perhatian terhadap ‘kesalah pahaman’. Dua kata itu sangat mengacu untuk dikritisi dari pada kata ‘saling memahami’. Karena, peran dua kata negative sebelumnya mengangkat si pembaca untuk menjawab, serta mengeluarkan diri dari zona aman yang melatar belakangi manusia akan kemalasan.

‘Kesalah pahaman’ menurut Schleiermacher juga sebagai teknik untuk berperasangka terhadap penulis, pembicara, maupun author. Jadi, ‘kesalah pahaman’ dapat menguak jarak antara apa yang dipahami, dan siapa atau bagaimana isi pemikir si petuturnya. Dengan begitu, tidak ada lagi memaksa teks dengan semena-mena, dan inilah seni karya Schleiermacher sebagai ‘bapak hermeneutika modern’ dengan ‘seni memahaminya’.

Lingkaran Hermeneutika dan Hermeneutika Universalnya

Sebelum merangkak lebih jauh, apa yang disebut “lingkaran hermeneutik”, maupun “hermeneutika universal”, perlu diketahui bahwa Schleiermacher membangun keduanya tidak lain berpijakan pada “aliran romantisme”, serta pendahulu para ahli filologi terhadap teks sakral Yunani dan Romawi kuno. Keduanya adalah Friedrich Ast (1778-1841) dan Friedrich Agust Wolf (1759-1824), yang sama-sama hanya memahami teks Yunani dan Romawi kuno, serta berpendapat bahwa, dalam menginterpretasi, si penulis harus menangkap ‘roh penulis’ dari teks yang dibaca, yang berisi berbagai aspek mental-intelektual kebudayaan, seperti tata nilai, moralitas, alam pikir, dan sebagainya.

Lebih jelasnya, Wolf memberi gagasan yang simpel, yaitu “sebuah dialog dengan penulis”. Jadi, boleh dikatakan bahwa “penafsir harus mampu memasuki dunia mental penulis”.

Berkat keduanya, Schleiermacher mendapatkan pondasi yang kuat untuk membangun hermeneutika yang universal daripada pendahulunya. Dari hermeneutik spesifik ke hermeneutika universal; dari hanya hermeneutika filologi atau terhadap teks-teks kuno Yunani dan Romawi menuju hermeneutika teologi, hukum, sejarah, teks sastra, kitab suci, maupun filologi sendiri.

Jadi, Schleiermacher mengubah tantangan hermeneutika pendahulunya yang spesifik pada filologi saja dengan tantangan yang lebih besar dan luas. Itulah yang disebut dengan ‘hermeneutika universal’ dari seorang kelahiran Polandia itu.

Setelah memperluas diskursus hermeneutika. Schleiermacher juga memperlihatkan, bagaimana cara memahami teks secara baik, agar tidak semena-mena terhadap teks. Seperti yang diungkapkan sebelumnya bahwa, terpengaruhnya Schleiermacher terhadap ‘romantisme’ membuat ia mempertimbangkan ‘dunia penulis’, karena, mau tidak mau, teks terlahir dari sang pengarang, bukan dari sang pembaca, jadi bagaimana pembaca dapat memahami sesuai isi pemikiran si pengarang. Itulah yang disebut “Nach-Erleben” atau mengalami kembali seperti dunia penulis.

Oleh karena itu, Schleiermacher melibatkan teks dengan penulisnya, yang nantinya akan saling berkelindang antara satu dengan lainnya. Peristiwa itu disebut dengan “lingkaran hermeneutika”, yakni melibatkan antara “dunia teks” dengan dunia “penulisnya”; interpretasi gramatis dengan interpretasi psikologis; interpretasi teks dengan interpretasi isi pemikiran authornya. Namun yang perlu diketahui bahwa Schleiermacher tidak mengunggulkan salah satu dari keduanya. Lebih tepatnya, dia mensetarakannya.

Meminjam ungkapan F. Budi Hardiman bahwa “pendirian Schleiermacher atas persoalan tersebut adalah bahwa kedua tugas itu sama sekali setara”. Jadi, dalam proses menginterpretasi ‘teks’ agar dapat dipahami melibatkan si ‘pembuat teks’, begitu juga memahami ‘psikologis si pembuat teks’ juga melibatkan ‘teks’ yang disampaikan, Jadi gramatis, maupun psikologis penulis tetap dipertaruhkan, dan saling terlibat, maupun membutuhkan. Inilah yang dimaksud ‘lingkaran hermeneutika’.

Ulasan Penulis

Schleiermacher masih dianggap kurang memperhatikan dunia pembaca. Ia hanya mempertimbangkan dunia teks dan dunia penulis, atau authornya. Oleh sebab itu, sangat rawan sekali bila tidak mempertimbangkan dunia interpreter, begitu juga verstehen yang dikembangkannya hanya terpaku pada dunia penulis, tidak sampai manarik keluar, seperti aspek kondisi sosialnya yang dapat mempengaruhi dan membentuk tindakan tulis-menulis teks.

Persoalan ini dapat terjawab oleh Dilthey dengan Metode Sosial-Historis yang melibatkan tiga aspek yang saling berkelindan, yaitu erlebnis; penghayatan, ausdruck; ungkapan, dan verstehen; memahami.

Kata Kunci:

Hermeneutika Modern dan Universal; Romantisme; Hermeneutika Teks; Interpretasi Gramatikal dan Interpretasi Teknikal; Nacherlebben Psikologis

Referensi:

Hardiman, B. (2018). Seni Memahami; Hermeneutik dari Schlemacher sampai Derrida. Yogyakarta: Kanisius.

Farhan, A. (2016). Hermeneutika Romantik Schleiermacher Mengenai Laba dalam Muqaddimah Ibnu Khaldun. Jurnal Akutansi Multiparadigma, 1(7).

About The Author