Pandemi berasal dari dua kata yunani, yaitu “pan” yang berarti “semua” dan “demos” yang artinya “manusia”. Pandemos secara sederhana boleh kita artikan sebagai seluruh, setiap atau terma apapun yang menggeneralisasikan manusia pada penyakit yang terjadi pada wilayah geografi yang sangat luas dan memengaruhi proporsi populasi yang sangat tinggi.

Pada 11 maret 2020 lalu, Dr. Thedros Adhanom Ghebreyesus mewakili World Health Organization (WHO) mengkategorikan corona virus diseases 2019 atau covid-19 sebagai pandemi. Pertimbangan dari tingginya efisiensi penularan yang dibawa oleh virus ini membuat jumlah penderita meningkat secara signifikan. Secara standar operasional pandemi corona sudah memenuhi tiga unsur utama, yaitu 1) virus baru, 2) menginfeksi banyak orang dengan mudah, dan 3) menular di antara manusia dengan cukup efisien.

Kategorisasi pandemi pada covid-19 tak lantas membuat kinerja dari virus ini menurun, namun hal ini diharapkan mampu mengubah gaya dan daya pandang suatu negara dalam memberikan perhatian khusus untuk memaksimalkan proses penahanan, penanganan dan pemulihannya, sehingga nantinya hal ini dapat menekan angka pasien yang terinfeksi dan mortalitas akibat dari covid-19 ini.

Konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menjadi garis dasar dalam melakukan suatu tindakan pun kebijakan oleh pemerintah untuk menjamin kesejahteraan umum. Oleh karena itu perlu adanya pan-demi dalam menghadapi pandemi yang membumi ini. Terma “demi” dalam KBBI memiliki arti kepentingan, lepas; per, tatkala, atas nama dan sebagai, tapi pengertian yang sesuai dengan maksud pembahasan adalah kepentingan. Jadi pan-demi adalah penyatuan semua kepentingan untuk satu kepentingan asasi yaitu pandemi itu sendiri.

Kegiatan korupsi, malapraktek, penggelapan dana dan apapun itu diakibatkan supremasi kepentingan pribadi yang beragam dalam kepentingan umum yang seragam. Fenomena penimbunan masker beberapa minggu yang lalu merupakan contoh dari lemahnya pan-demi masyarakat Indonesia dalam mengatasi pandemi. Fenomena lainnya adalah kasus sumbangan APD dengan kualitas yang kurang layak pakai. Dr. Muhammad Faqih selaku ketua IDI memafhuminya sebagai bentuk ketulusan masyarakat yang belum mengerti benar kualitas dari APD itu sendiri. Akan tetapi yang menjadi permasalahan disini adalah pihak yang memproduksi APD tersebut, sebab mustahil tak mengetahui SOP produksi APD. Disini jelas bahwa kepentingan laba produksi di letakkan lebih atas daripada keselamatan para penyelamat pasien covid-19.

Sebagai entitas yang berbeda, manusia juga memiliki kepentingan yang berbeda pula, hal ini diakui secara legal dan dilindungi oleh UU no. 53 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Pan-demi tidak mencabut hak kepentingan manusia secara pribadi dan mengekalkan kepentingan umum. Pan-demi menyeragamkan kepentingan manusia yang beragam dengan cara yang ma’ruf dan mencegah dari cara yang mungkar. Dalam artian kepentingan pribadi memiliki posisi dan proporsinya tersendiri dalam kepentingan umum. Oleh karena itu, kepentingan pribadi yang tak menempati posisi dan tak memenuhi proporsinya tersendiri pastilah akan bersifat destruktif kepada kepentingan umum.

Pada saat pandemi sekarang ini, pan-demi menjadi tolok ukur kemanusiaan seseorang, sebab kondisi ini memicu krisis kemanusiaan. Pan-demi sebagai integrasi antar kepentingan menjadi sarana pemenuhan fungsi masing-masing sendi negara yang berupa masyarakat, tenaga medis, dan pemerintah. Cara menghadapi covid-19 sederhana, cukup menjalankan peran masing-masing secara maksimal, mengikuti saran dokter serta tunduk pada hukum. Dan yang terpenting di rumah itu tidak aja, di rumah itu bersahaja.

* Penulis adalah Mahasiswa IAIN Madura, Pegiat diskusi, Pengkaji sastra, Penggali Tipologi Cinta dan Penggagas Forum Kajian Simposium

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here