Sebagai agent of social control, mahasiswa memiliki peranan penting dalam keterlibatannya menghadapi krisis pandemi Covid-19. Mahasiswa yang dianggap sebagai kaum akademisi yang sudah mengenyam ilmu pengetahuan selama di bangku kuliah memiliki bekal nutrisi keilmuan yang wajib di implementasikan di tengah kehidupan masyarakat, terutama di tengah krisis pandemi Covid-19. Inilah yang dapat membedakan antara mahasiswa dengan mereka yang bukan mahasiswa. Bukan maksud untuk mengklaim bahwa mahasiswa memiliki derajat yang lebih tinggi atau hebat dibandingkan mereka yang bukan mahasiswa, tetapi ini merupakan sebuah konsekuensi logis di tengah realitas yang ada. Identitas mahasiswa mengandung makna yang besar. Berbagai nuansa keilmuan serta pengalaman yang mereka peroleh baik di dalam kelas maupun di luar kelas menjadi bekal bagi mereka dalam menghadapi kehidupan sehari-hari, dan tentunya sekaligus menjadi bekal implementasi arah dan tujuan setelah mereka lepas dari kampus.

Di tengah situasi ketidakpastian akibat pandemi Covid-19, kontribusi mahasiswa sebagai agent of social control tentu sangat dibutuhkan dan dinanti-nanti oleh masyarakat. Kontribusi mahasiswa diharapkan dapat mengurangi krisis masalah di tengah masyarakat selama krisis ini. Hal ini sejatinya bukan lagi dianggap sebagai tugas mereka, namun sudah menjadi tanggung jawab moral yang harus di implementasikan untuk menciptakan perubahan dalam kehidupan masyarakat. Dalam persepsi masyarakat, mahasiswa selalu dikaitkan dengan pemuda dengan segudang keilmuan, hal ini menjadi beban moral yang di amanahkan terhadap mahasiswa. Berikut beberapa keterlibatan mahasiswa di tengah-tengah masyarakat selama kondisi pandemi Covid-19, diantaranya:

Memberikan edukasi terhadap masyarakat

Hal ini bisa dilakukan secara bertahap, dimulai dari ruang lingkup kecil seperti keluarga hingga ruang lingkup yang lebih besar yakni masyarakat. Praktik ini perlu dilakukan agar dapat memberikan edukasi mengenai pentingnya menjaga diri selama penyebaran Covid 19. Mahasiswa juga dapat memanfaatkan media sosial untuk merencanakan sebuah gerakan antar mahasiswa satu dengan yang lainnya. Media social saat ini menjadi instrument penting selama krisis ini, instrument ini bias dimanfaatkan dalam mengajak masyarakat untuk sama-sama menjaga diri dengan mematuhi protokol kesehatan seperti menjaga jarak fisik, cuci tangan dsb.

Media sosial juga bisa digunakan dalam upaya penggalangan donasi yang ditujukan kepada mereka yang membutuhkan bantuan. Dalam fenomena ini, tentu kepekaan mahasiswa sebagai agent of social control dipertaruhkan. Sebagai mahasiswa, mari kita manfaatkan jaringan antar mahasiswa serta dengan berbagai pihak lain dalam mengentaskan kasus ini. Terpenting, kita mampu memberikan contoh terhadap masyarakat, karena mahasiswa harus bisa menjadi panutan yang baik bagi mereka. Hal ini bisa kita lakukan dengan mentaati protokol kesehatan untuk menjaga kemaslahatan bersama. 

Menjadi pengabdi untuk masyarakat dalam dunia pendidikan

Dampak virus Covid-19 juga sangat dirasakan dalam dunia pendidikan. Akibatnya, aktivitas pembelajaran dialihkan, dari yang semula pembelajaran tatap muka kemudian diganti melalui daring (secara online). Namun hal tersebut masih menjadi permasalahan baru yang di alami oleh siswa, misalnya, mereka terkendala kouta atau jaringan, tidak memilikinya hp android yang memadai hingga ruang lingkup keluarga (sosial) yang kurang kondusif membuat para siswa kurang efektif dalam menerapkan proses pembelajaran secara daring ini. Permasalahan tersebut menjadi masuk akal, sebab siswa dipaksa mengubah pola proses pembelajaran dari tatap muka menjadi secara daring dalam waktu yang cenderung singkat. Faktor lain adalah perbedaan latar belakang stratifikasi keluarga masing-masing sehingga berdampak pada kualitas pembelajaran online tersebut.

Disinilah mahasiswa bisa memainkan peran dalam mencerdaskan anak bangsa di daerah masing-masing. Hal ini bisa dilakukan dengan berbagai cara, seperti membantu dalam pelaksanaan sosialisasi pembelajaran secara daring kepada siswa atau kepada orang tuanya. Mahasiswa juga dapat membantu menyediakan tempat-tempat belajar khusus untuk belajar bersama dengan tujuan membantu masyarakat dalam dunia pendidikan di saat dampak pandemi Covid-19. Pihak yang paling merasa dirugikan dalam sektor pendidikan selama masa krisis ini ialah siswa atau murid yang merupakan generasi estafet penerus bangsa. Tentu upaya ini harus betul-betul di perhatikan di sektor pendidikan bersama oleh masyarakat, khususunya pemerintah Indonesia. 

Menangkal penyebaran berita hoax di media sosial

Menjadi mahasiswa yang ber-Agama sesuai dengan sila pertama di Pancasila, mereka harus mempunyai kesadaran akan nilai-nilai-nilai ketuhanan. Menjadi mahasiswa yang kritis dan objektif dengan tidak tergiur dengan apa yang ada di sekitarnya merupakan cara utama yang harus di implementasikan. Peran mahasiswa dalam menangkal peredaran berita hoax harus di balas dengan konten-konten positif dan mengedukasi bagi warga dalam menyerap info di media sosial.

Mahasiswa harus dapat mengawasi peredaran konten-konten hoax hingga ujaran kebencian yang dapat memecah belah persatuan. Biasanya di tengah musibah seperti ini, ada saja oknum yang memanfaatkannya untuk meraup keuntungan individu ataupun golongan. Imbas dari berita hoax tersebut, akan mampu menciptakan perselisihan, pertikaian, bahkan sentimen masyarakat antara satu dengan yang lain yang mengarah pada perpecahan bangsa. Inilah peran  mahasiswa yang di-klaim sebagai kaum intelek dan melek akan tekhnologi informasi harus dibuktikan kepada masyarakat agar bener-bener dirasa keberadaanya. 

Menjadi relawan Covid 19

Bagi mahasiswa, khususnya mereka yang concern di bidang kesehatan, menjadi kesempatan emas untuk mengabdikan dirinya sebagai relawan Covid 19. Di tengah kondisi semakin meningkatnya Covid 19 membuat kebutuhan tenaga medis dan tenaga kesehatan semakin terbebani dan kebutuhan sdm semakin meningkat. Kondisi ini jelas membutuhkan tenaga medis atau tenaga kesehatan tambahan seperti relawan Covid 19 agar dapat menunjang kebutuhan medis serta dapat mempermudah menangani pasien yang semakin bertambah. Beberapa mahasiswa yang mengabdikan diri menjadi relawan covid-19 beralasan karena diri mereka merasa terpanggil. Mereka memberikan inspirasi bersama bagi mahasiswa yang lainnya. Dengan demikian, menjadi bagian dari tugas mahasiswa untuk mengabdikan terhadap negara apalagi di situasi krisis pandemi ini. 

Membangun aksi gerakan solidaritas di masyarakat

Gerakan solidaritas tersebut dapat berupa bagi-bagi masker, sembako dan sebagainya yang dapat bermanfaat bagi masyarakat. Sebagai mahasiswa yang dikenal memiliki jejaring luas, menjadi kesempatan khusus untuk dapat mengabdikan dirinya bagi masyarakat. Contoh lain bisa berupa sumbangan material lain seperti uang dari dana mahasiswa hasil patungan mereka, sumbangan senior, bekerja sama dengan dinas sosial atau yang lainnya. Mahasiswa juga dapat kreatif agar dapat menghasilkan produk bagi masyarakat sehingga dapat meringankan bebam mereka. Hal ini bisa dilakukan dengan membuat masker, hand sanitizer buat cuci tangan, serta hasil karya-karya yang lainnya yang bisa dilakukan oleh mahasiswa yang kemudian dapat dibagikan kepada masyarakat luas. 

Memberikan dukungan psikososial bagi masyarakat

Pasien yang sudah dinyatakan membaik atau sembuh biasanya dipulangkan oleh dokter untuk dikarantina secara mandiri di rumah masing-masing. Namun hal tersebut tidak lantas langsung memberikan ketenangan bagi masyarakat terutama pasien, melainkan masih memungkinkan munculnya kecemasan baru akibat stigma sosial yang buruk terhadap pasien yang baru dinyatakan positif sembuh. Hal ini tidak hanya terjadi pada pasien saja, tetapi juga keluarga pasien pun seringkali di labeli negatif karena dikhawatirkan menjadi sumber penularan baru Covid-19. Semua itu muncul karena dilatarbelakangi oleh kekhawatiran masyarakat akan bahaya Covid-19 yang cenderung mudah menular. Hal ini bertolak belakang dengan pendapat Ahmad Yurianto, juru bicara penanganan Covid-19 Kementerian Kesehatan bahwa pasien yang dinyatakan telah sembuh dari Covid-19 tidak akan kembali menularkan penyakitnya lagi. Sebab, pasien yang telah dinyatakan sembuh dari Covid-19 sudah menjalani serangkaian perawatan, pemeriksaan dan persyaratan yang ada.

Dalam menghadapi kondisi seperti ini, dibutuhkan pemahaman bagi masyarakat sehingga mahasiswa harus menjadi garda terdepan untuk memberikan edukasi dan dukungan moral secara psikologis terhadap masyarakat termasuk pasien yang sudah dinyatakan sembuh. Bisa juga di setiap desa membentuk tim dari psikologi untuk selalu dapat mendampingi mereka yang sudah dinyatakan sembuh dari Covid 19. Cara ini bisa melalui kerja sama dengan perangkat desa dalam memberikan sumbangsihnya untuk memberlakukan yang sembuh sebagai normal kembali agar tidak membuatnya down dan putus asa. Atau bisa juga dengan penguatan keluarga dan teman dekat agar selalu memberikan dukungan psikososial terhadap kondisinya. Selain itu, kita juga harus memberikan pemahaman terhadap masyarakat agar menghilangkan stigma sosial terhadap pasien yang pernah dirawat karena Covid-19. 

Memanfaatkan potensi ekonomi kreatif

Perihal ini, mahasiswa dapat menjadi pelaku UMKM yang produktif di tengah ekonomi yang sangat terdampak bagi masyarakat. Ini bisa diperoleh dengan memanfaatkan SDA (Sumber Daya Alam) di sekitar sehingga dapat menciptakan lapangan kerja atau membina masyarakat untuk juga produktif memanfaatkan SDA (Sumber Daya Alam) di sekitarnya. Seperti yang dilansir dari yakusa.id, Aspin Anwar, aktivis HMI asal Desa Semayang, Kecamatan Kenohan, Kabupaten Tenggarong, Provinsi Kalimantan Timur, menjadi sosok pemuda yang sukses di UMKM ditengah Covid 19. Ia memproduksi minuman sehat sebagai penguat imun tubuh dengan produk berbahan madu dan lemon yang dikemas dalam botol plastik. Menurutnya, minuman tersebut selaras dengan situasi di masa pandemi ini sehingga hasil dari produk yang dihasilkan tersebut dapat mengahasilkan uang dan semangat gotong royong untuk membantu sesama. Seperti yang diungkapkan oleh Aspin Anwar di yakusa.id “bahwa misi kami selama ini juga untuk menebarkan inspirasi untuk saling berbagi”. Kemandirian dan kepeduliannya membuat Aspin menyisihkan 10 % dari hasil penjualan produknya tersebut untuk warga yang terdampak Covid 19. Pada intinya, kita harus senantiasa mampu mengarahkan masyarakat untuk mengenali passion mereka masing-masing, sekaligus turun langsung dalam berbaur bersama masyarakat sebagai wujud kerja yang nyata. 

Sebagai pengontrol kebijakan pemerintah

Mahasiswa yang sebagai agent of social control memiliki tanggung jawab moral yang harus di implementasikan. Kontrol disini bukan diartikan untuk mengontrol gerak pemerintah, tetapi melakukan pengawasan agar pemerintah tidak berperilaku merugikan rakyat. Mahasiswa dengan kemampuan ilmiahnya seharusnya mampu menganalisis dan memberikan kritiknya terhadap setiap kebijakan pemerintah agar tidak merugikan rakyat. Sebagai kaum terpelajar yang bebas kepentingan kecuali kepentingan bersama dan objektif, harus menjadikan ikhtiar nafas di setiap tindakannya, apalagi di tengah krisis pandemi Covid-19 ini dimana dari sejumlah temuan di lapangan di berbagai daerah seperti bantuan sosial (bansos) dari pemerintah tidak tepat sasaran. 

Seperti dilansir oleh Kompas.com, bahwa terdapat Ketua RT hingga warga yang punya 2 mobil dapat bantuan dari Pemkot Bekasi. Ketua RW 03 Mustika Jaya, Aris, mengaku warganya tidak ada yang mengajukan bantuan sosial. Sebab, diketahui daerah Mustika Jaya merupakan daerah elit Bekasi yang berisi banyak perumahan. Namun ia kaget saat diketahui RT wilayahnya mengadu karena mendapatkan bantuan sosial dari Pemkot Bekasi mengatasnamakan anaknya yang masih balita. Akhirnya bantuan yang diterima oleh warga di perumahan tersebut dikembalikan kepada Pemkot Bekasi karena merasa ada yang lebih berhak mendapatkan. Kejadian tersebut bukan terjadi di Bekasi saja melainkan masih banyak daerah-daerah yang lain yang dinilai kurang tepat sasaran oleh pemerintah. Mahasiswa sebagai agent of social control berkewajiban untuk menjadi garda pengontrol mengawal kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk masyarakat agar tepat sasaran agar lebih objektif.

* Penulis adalah mahasiswa program studi Tadris Ilmu Pengetahuan Sosial IAIN Madura sekaligus kader HMI Komisariat Tarbiyah IAIN Madura

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here