image by outwardbound.org
image by outwardbound.org

Beberapa pemikiran tokoh dalam mengkaji pesoalan pendidikan setidaknya terbagi menjadi beberapa paradigma, terdapat tiga frame work yang mencolok. Pertama, mereka yang memandang bahwa kajian pendidikan hanya fokus pada lembaga sekolah. Kedua, Pendidikan merupakan sebuah keniscayaan kehidupan manusia. Ketiga, Pendidikan sebagai sarana penanaman nilai (value).

Terlepas dari itu semua, saya pribadi memandang pendidikan merupakan kajian yang penuh dengan kompleksitas, masih abstrak dalam menggali persoalan manusia perihal kedudukannya sebagai objek ataupun subjek dalam dunia pendidikan. Secara sederhana, saya memandang pendidikan sebagai kajian dinamis dalam kurun waktu.

Dewasa ini, menarik melihat realita sosial yang sibuk menempatkan peran manusia sebagai objek dan sekolah dianggap sebagai tempat produksi (pabrik) yang sewenang-wenang mampu mencetak sebuah produk (siswa) sesuai keinginannya (visi dan misi). Jika demikian, manusia ibarat benda mati yang dapat dibentuk apa saja nantinya.

Tak segan seorang pemikir pendidikan seperti Ivan Illich angkat suara memberi kritik pedas terhadap praktik pendidikan diatas sehingga ia sangat menginginkan pembebasan masyarakat dari sekolah. Ia menganggap pendidikan adalah aktivitas belajar manusia (sebagai subjek) selama hidupnya. Oleh karena itu, jangan pernah dibatasi dengan sekolah yang erat sekali dengan otoritas pemerintah (politis).

Pendidikan sudah direduksi menjadi sekolah atau bahkan sudah terinstitusionalisasi serta terspesifikasi dalam bidang-bidang dan jurusan-jurusan. Ini tentu memberatkan manusia dalam memahami masalah-masalah kemanusiaan secara holistis melalui pendidikan. Illich mengecam masyarakat yang percaya bahwa hanya dari sekolah pengetahuan dan keterampilan didapat.

Secara faktual, sekolah bukanlah satu-satunya lembaga modern dengan tujuan utama membentuk pandangan manusia mengenai fakta. Justru dalam sekolah terdapat kurikulum terselubung (hidden curriculum) yang memainkan peranan penting dalam memanipulasi pandangan manusia melalui visi, bahasa-bahasa, dan profesionalitas yang dijanjikan untuk memenuhi kebutuhannya.

Kritik tajam Illich terhadap sekolah tidak berhenti disitu, ia mengatakan

sekolah jauh lebih memperbudak orang dengan cara yang lebih sistematis, karena hanya sekolah yang dianggap mampu untuk melaksanakan tugas utama. Anehnya sekolah melakukan tugas tersebut dengan cara membuat pemahaman tentang diri sendiri, tentang orang lain dan tentang alam, menjadi tergantung pada proses yang sudah dibentuk terlebih dahulu. Begitu dahsyat pengaruh sekolah atas diri kita sehingga tidak seorangpun diantara kita dapat berharap bahwa ia dapat dibebaskan dari padanya oleh sesuatu yang lain”.

Membebaskan masyarakat dari belenggu sekolah (deschooling society) merupakan buah pemikiran atau konsep utama Ivan Illich dalam merespon persoalan pendidikan. Pemikirannya ini bisa dipandang sebagai penolakan komprehensif terhadap sekolah formal yang mengekang kebebasan dan perkembangan manusia. Menurutnya, sekolah sama sekali tidak memadai bagi perkembangan anak-anak dan kaum muda.

Paradigma ini sangat meyakinkan jika kita lihat realitas sosial hari ini, saat menghindari sekolah, masyarakat akan memperoleh kebebasan dalam belajar tanpa ada intervensi dari pihak manapun. Karena setiap orang harus dijamin kepribadiannya dalam belajar, dengan harapan dia akan mudah membantu orang lain untuk tumbuh sesuai kepribadiannya.

Ketika kegiatan belajar dan mengajar berjalan, Illich menawarkan pola yang terkandung dalam konsepnya yang biasa disebut dengan empat jaringan/saluran khusus (Opportunity Web). Pertama, referensi akademis baik berupa eksemplar maupun digital yang mudah diakses ataupun ditemui. Kedua, kondisi saling bertukar pengetahuan, keterampilan, maupun pengalaman diantara manusia pembelajar. Ketiga, terciptanya komunikasi yang baik hingga dapat menemukan teman yang cocok saat saling belajar. Keempat, terdapat tenaga ahli atau pendidik yang mudah ditemui dan memberikan pelayanan yang suka rela dalam membimbing. 

Rasanya pendidikan justru lebih kondusif jika pemikiran Illich dapat diimplementasikan pada keadaan saat ini, seperti sebuah komunitas masyarakat yang setiap hari berinteraksi, tanpa adanya sekolah yang kaku dan formal yang selalu mengekang, dan setiap orang yang pengetahuannya lebih matang bisa menjadi guru. Setiap orang bisa belajar setiap waktu dan dimanapun tempatnya. Meskipun hanya membahas persoalan kehidupan sehari-hari, menyaksikan realitas alam dengan kontradiksinya, memecahkan masalah sosial politik yang cenderung memperbudak manusia. Semua berjalan dengan kebersamaan dalam pendidikan tanpa batas ruang dengan ilklim akademik yang secara otomatis tercipta tanpa dipaksa.

Dengan demikian, produktifitas yang kreatif dan inovatif akan mudah terlaksana karena akan ada banyak guru bagi anak-anak dengan mendapatkan pengetahuan dan keteladanan kapan pun dan dimana pun berada, sehingga setiap orang mampu berpikir dalam menghadapi kawan-kawan yang menantangnya untuk bernalar, bersaing (kompetisi) tanpa distandarisasi dengan adanya raport dan sebagainya.

Implikasinya langsung dirasakan oleh kehidupan nyata sosial, bahkan masyarakat dapat mengevaluasi langsung sesuai tujuan bersama dalam lingkungan sosial yang membahagiakan. Tidak seperti saat ini, seakan masyarakat tidak dapat ikut campur tangan mengenai pendidikan karena sudah diambil peran oleh sekolah dan dikendalikan oleh pemerintah. Sehingga, sistem dalam sekolah jauh dari harapan kehidupan masyarakatnya.

About The Author