image by fuah.iainpurwokerto.ac.id
image by fuah.iainpurwokerto.ac.id

Persoalan kerukunan beragama bukan sesuatu yang “sudah jadi dan selesai”, konflik komunal sering bermunculan seperti kasus melarang orang pergi ke Gereja, melarang pembangunan tempat-tempat ibadah, bahkan yang paling sering kita jumpai adalah ketika menjelang hari-hari besar umat tertentu di media sosial, media massa, dan majalah.

Akses informasi yang cepat juga dapat memberikan pengaruh kuat terhadap cara pandang di tengah-tengah masyarakat. Dalam satu sisi, akan lahir beragam pemikiran dan cara pandang yang justru dapat kita apresiasi. Namun disisi lain, perbedaan pandangan ini dapat memunculkan persoalan-persoalan baru dan percikan-percikan konflik di masyarakat karena perbedaan pandangan ini tidak dikelola dengan matang.

Misalnya di setiap mendekati pergantian tahun, akan muncul berbagai tulisan baik di media sosial maupun di media-media mainstream tentang pandangan-pandangan dalam mengucapkan selamat natal, perayaan tahun baru, dan lain-lain.

Ketika kita berbicara tentang teologi atau sikap ekslusivisme, secara tidak langsung kita memberikan punishment terhadapapa yang sudah melenceng di tengah masyarakat yang  selama ini masih menjadi perdebatan. Bagi orang yang menganut paham ekslusivismeakan mudah menge-judge apa yang sudah biasa mereka lakukan dalam tradisi masyarakat, bahkan seperti persoalan keseharian pun akan menjadi salah.

Hal semacam itu berpotensi menimbulkan konflik terhadap toleransi beragama tak terkecuali organisasi-organisasi keagamaan atau masyarakat yang paham tentang format beragama, bersosial budaya, dan bermasyarakat sehingga apa yang berpotensi menjadi percikan-percikan konflik tersebut bisa mereka hindari pada hal-hal yang tidak prinsipiil, kecuali pada persoalan akidah atau keyakinan yang tidak bisa ditawar.

Lalu muncul lah paham-paham baru sebagai outsider yang tidak mengkaji konteks agama secara luas sehingga cenderung memakai kaca mata kuda dengan pemahaman “yang ini salah, yang itu benar” yang sebenarnya berpotensi besar dalam memunculkan konflik toleransi beragama. Gejala yang menunjukkan potensi konflik keberagaman bisa saja terjadi di Indonesia, meskipun masyarakatnya yang multikultural, secara umum rukun tapi banyak potensi konflik.

Peran tokoh dari semua agama di Indonesia cukup sentral dalam dinamisasi sosial untuk melakukan inovasi dan aksi yang bisa merangkul cara-cara tradisional, seperti mengadakan dialog keagamaan mulai dari tingkat bawah (dialog antar desa atau kelurahan) yang secara aktif bekerja ditengah masyarakat untuk menjaga masuknya potensi konflik.

Selain itu juga, dalam metode penangan konflik jika memang para tokoh agama harus terlibat dengan melihat potensi masyarakat yang intoleran,perlu diberikan pemahaman atau diproteksi melalui kerjasama Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUP) yang memiliki nilai strategis guna merespon persoalan-persolan umat dan bangsa di masa sekarang dan akan datang.

Berangkat dari permasalahan di atas, kebijakan dan program kerukunan umat beragama menempati peran strategis dalam pembinaan kerukunan umat. Peran tersebut sejalan dengan kebijakan pemerintah dalam pembinaan bidang agama yang diantaranya adalah meningkatkan kualitas hidup dan kerukunan umat beragama.

Kerukunan umat beragama dalam konteks ini, merupakan tantangan besar bila indikasi yang ditimbulkan di berbagai daerah hanyalah persoalan, konflik-konflik, dan kurangnya dukungan masyarakat luas bagi kemungkinan terwujudnya kerukunan hidup umat beragama. Oleh karena itu, perlu ditekankan kepada masyarakat luas mengenai pentingnya pembinaan masyarakat dalam pemahaman agama dan mengimplementasikannya ke dalam kehidupan masyarakat.

Selain itu, sosialisasi pemahaman ajaran-ajaran agama dengan benar merupakan tugas semua penganut agama, bukan hanya tugas tokohnya, juga bukan hanya tugas pemerintah. Keberagaman tersebut pada satu sisi menjadi modal kekayaan budaya Indonesia dan memberikan keuntungan bagi bangsa Indonesia karena dapat dijadikan sebagai sumber inspirasi yang sangat kaya bagi proses konsolidasi demokrasi di Indonesia.

Namun pada sisi lain, keberagaman bisa pula berpotensi mencuatkan social conflict antar umat beragama yang bisa mengancam keutuhan NKRI, terutama bila keberagaman tersebut tidak dapat dikelola secara baik.

About The Author