image by joyskinner.com
image by joyskinner.com

Dengan girang; bulan memantulkan cahaya bak pualam
Cahaya menembus bening awan di langit yang sudah malam
Seraya dihidangkan aroma rindu di hidung; sebuah kidung
Tubuh balada yang mencintai metafora tak terbendung

Bintang yang shafira menabur biru di teduh senyummu
Tempias cahayanya meraya di tubuh Metropolitan
Kota yang telah gagah berdiri seharian tanpa imbalan
Telah takluk dan meringkuk di beranda kerinduan

Alih-alih kubawa lagi puisi dengan dalih kejamnya sunyi
Sunyi mengajukan pendapat bahwa kejam itu seluruhku
Dengan kata lain; diam dan mata yang pura-pura terpejam
Adalah sekedar isu dalam pelarian sepanjang cinta yang bisu

* Penulis adalah Pegiat Sastra dan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam di Institut PTIQ Jakarta