image by Komisi Pemberantasan Korupsi
image by Komisi Pemberantasan Korupsi

Saat ini Indonesia sedang mengalami berbagai pergolakan khususnya di bidang hukum, dimana revisi UU-KPK dianggap instan atau terlalu terburu-buru oleh masyarakat. Beberapa poin yang perlu direvisi dianggap mengancam independensi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan dapat melemahkan langkah KPK dalam pemberantasan korupsi di tanah air.

Korupsi dari dulu sampai hari ini menjadi kata yang paling populer di Indonesia, karena sejak dulu sampai sekarang orang tidak berhenti memperbincangkan tentang kasus-kasus korupsi yang terjadi di negeri ini. Bukan karena esensinya yang positif, korupsi sering diperbincangkan karena menjadi masalah dan berdampak negatif bagi setiap orang.

Lagi-lagi di tengah banyaknya kasus korupsi yang terjadi di negeri ini, KPK sebagai lembaga pemberantasan korupsi malah di perlemah sehingga ini menjadi masalah yang besar bagi kita semua. Berbagai upaya telah dilakukan dalam rangka penghancuran lembaga yang ditakuti oleh para koruptor ini.

Hadirnya KPK sebagai salah satu tulang punggung negara dalam penanganan berbagai bentuk kasus korupsi di Indonesia. Namun, usaha pelemahan KPK semakin saja terlihat dengan jelas dari hari ke hari.

Pelemahan terhadap KPK sudah mulai terlihat sejak direvisinya UU-KPK pada tahun 2019 lalu. Penolakan judicial review (JR) KPK pada tahun 2021 semakin menunjukkan adanya upaya perlemahan tersebut. Diadakannya tes wawasan kebangsaan (TWK) pada tahun 2021 yang wajib bagi seluruh pegawai KPK melalui revisi UU-KPK, membuat sebanyak 75 pegawai KPK (termasuk penyidik senior Novel Baswedan) terancam dinonaktifkan karena tidak lulus TWK. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam twk ini juga dinilai kurang etis serta tidak relevan sehingga hanya menjadikan TWK seolah sebuah kesempatan untuk membungkam para pegawai KPK.

Apakah kehadiran KPK hari ini memang benar-benar ingin memberantas korupsi di negeri ini atau hanya menjadi lembaga tanpa arti dan fungsi? jika memang kehadiran KPK hari ini hanya menjadi lembaga tanpa arti dan fungsi, sepertinya ada yang tidak beres sehingga kita harus segera menyalakan tanda bahaya.

Kasus korupsi yang semakin marak dan tidak terhentikan hari ini menjadi luka bagi masyarakat Indonesia secara umum, karena korupsi adalah kejahatan bahkan korupsi lebih berbahaya dibandingkan dengan teroris. Uang miliaran bahkan triliunan rupiah dijarah oleh para koruptor yang tidak memiliki hati nurani, mereka adalah bencana untuk kesejahteraan bangsa Indonesia.

Apakah negeri ini tidak malu memiliki prestasi buruk menjadi negara terkorup ke-tiga di Asia setelah India dan Kamboja?

KPK sebagai lembaga utama pemberantasan korupsi di Indonesia harus bisa menumpas kasus korupsi yang terjadi di negeri ini dan bukan malah diperlemah seperti yang kita lihat hari ini.

Jika kita lihat hari ini, salah satu senior penyidik KPK, Novel Baswedan, yang rela mengorbankan matanya demi menumpas kasus korupsi di negeri. Jika ia kemudian termasuk ke dalam orang-orang yang tidak lulus tes wawasan kebangsaan rasanya itu tidak mungkin, sepertinya ada yang janggal dalam pelaksanaan tes ini. Apakah memang benar slogan yang hari ini ada untuk pegawai KPK yang berani jujur langsung di pecat.

Jika memang itu sampai terjadi, jika orang jujur di hilangkan, maka siapa yang akan membawa negeri ini kepada kesejahtraan, siapa yang akan memberantas korupsi di negeri ini jika orang jujur di hilangkan dan kehadiran KPK di perlemah.

Sungguh fenomena ini sangat miris. Seharusnya pemerintah segera membenahi hukum yang ada di negeri ini. Rasanya banyak sekali kejanggalan-kejanggalan yang terjadi di negeri ini, dan kita harus membuka mata maupun membuka telinga melihat dalam problem-problem yang terjadi di negeri ini. Pemerintah sebagai lembaga yang memiliki kewenangan untuk mengatur negeri ini harus bisa memiliki solusi yang tetap dan akurat agar terciptanya keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.

* Penulis adalah mahasiswa Administrasi Publik, fakultas FISIP, Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ)