image by Yayak via @SbyTempoDoeloe
image by Yayak via @SbyTempoDoeloe

Siapa yang tak kenal dengan julukan kota pahlawan. Iya kota itu adalah Surabaya. Kota Surabaya merupakan salah satu kota yang pernah dijajah pada masa kolonialisme. Bukti tersebut dapat kita lihat pada peninggalan yang terletak di pusat kota surabaya, yang mana terdapat beberapa bangunan tua yang masih berdiri kokoh, salah satunya adalah hotel majapajit.

Hotel majapahit sendiri telah beberapa kali ganti nama diantaranya pada tahun 1910 yang pertama kali dibangun dan diberi nama Oranje Hotel oleh Sarkies Bersaudara. Kemudian pada tahun 1942 berganti nama menjadi Hotel Yamato, sebab pada tahun tersebut penjajah Jepang telah masuk ke Indonesia.

Pada tahun 1945 berubah lagi menjadi Hotel Merdeka atau Hotel Liberty, karena pada saat itu masyarakat Surabaya merobek bendera Belanda dan merubahnya menjadi bendera Merah Putih. Tidak sampai disitu, pada tahun 1969 berubah lagi menjadi Hotel Majapahit, karena pada saat itu terdapat kerajaan terbesar yaitu Kerajaan Majapahit. Nama tersebut merupakan nama terakhir yang masih digunakan dan bertahan sampai saat ini. Secara historis, Hotel ini menjadi salah satu saksi bisu sekaligus momen ikonik pada Hari Pahlawan, 10 November 1945, yang berlokasi di jalan Tunjungan Nomor 65, Surabaya, Jawa Timur.

Hotel Majapahit Surabaya saat ini merupakan hotel bersejarah yang memberikan ruang terbuka bagi para pengunjung yang ingin menikmati teh dan snack pada waktu sore hari di tengah taman yang dihiasi dengan kolam serta air mancur. Hadirnya stained glass memberikan gambaran cantik di berbagai sudut hotel.

Kamar yang tersisa di Hotel Majapahit 143 menggunakan tema dalam  interior yang mengusung ala Eropa. Setiap kamar menyimpan sejarah, salah satunya kamar yang dijadikan sebagai perundingan antara Jenderal Sudirman dan W.V.Ch Ploegman pada saat situasi Indonesia dalam keadaan memanas pada awal Proklamasi. Terdapat pula kamar dari Jenderal Mallaby menjelang pertempuran pada akhir bulan Oktober 1945 dan sebelum ia tewas dengan ledakan bom dari pahlawan Surabaya.

Tidak hanya itu, salah satu kamar yang ada di Hotel Majapahit Surabaya pernah ditiduri oleh aktor ternama, Charlie Caplin. Kamar yang berjejeran dalam lorong juga memiliki nuansa sangat kental dengan zaman Belanda. Arsitektur yang menonjol pada bagian lorong kamar terlihat dari bentuk jendelannya yang besar-besar. Detail ornamen geometris sangat menonjol di sini.

Keunikan lain dari hotel ini adalah dapat dilihat pada bagian toiletnya. Pengunjung yang masuk ke dalam toilet jangan kaget jika tuas untuk flush toilet masih menggunakan tuas zaman Belanda, yang berada di atas dudukan wc toilet dengan cara ditarik. Tak heran jika hotel ini menjadi salah satu cagar budaya di Surabaya.

Dikutip dari travelingyuk.com, terdapat beberapa fakta lain dari Hotel Majapahit, yakni sebagai berikut:

Punya Saudara yang Tersebar di kawasan Asia Tenggara, Termasuk Indonesia

Hotel Majapahit Surabaya didirikan pada tahun 1910 oleh Lucas Martin Sarkies, seorang pengusaha asal Armenia. Bersama ketiga saudaranya, mereka membentuk Sarkies Bersaudara yang mendirikan jaringan hotel mewah nan eksklusif di kawasan Asia Tenggara.

Sebut saja Eastern Hotel dan Crag Hotel di Malaysia atau Raffles Hotel di Singapura. Tidak hanya Hotel Majapahit di Surabaya, Sarkies Bersaudara juga mendirikan Hotel Niagara di Lawang. Mereka juga mendirikan Hotel Kartika Wijaya di Batu, walau sebelumnya tempat tersebut hanya dijadikan vila peristirahatan keluarga.

Pernah Berganti Nama Hingga 7 Kali

Tercatat, hotel ini sudah berganti nama hingga 7 kali. Dari yang semula namanya adalah “Oranje Hotel”, lalu di masa pendudukan Jepang berubah jadi “Hotel Yamato”. Setelah insiden perobekan bendera, penginapan ini berganti nama menjadi “Hotel Merdeka”.

Tak lama setelah itu, Sarkies bersaudara kembali mengambil alih hotel dan mengubahnya menjadi Lucas Martin Sarkies (LMS) Hotel. Pada tahun 1969, kepemilikan hotel jatuh ke tangan Mantrust Holding Co. dan berganti nama menjadi “Hotel Majapahit”.

Penginapan ini sempat merubah namanya menjadi “Hotel Mandarin Oriental” saat kepemilikannya diakuisisi oleh Mandarin Oriental Hotel Group. Akhirnya, ia kembali menyandang nama “Hotel Majapahit” setelah dikelola PT Sekman Wisata pada tahun 2006.

Jadi Tempat Menginap Favorit Petinggi dan Pesohor Dunia

Salah Satunya Komedian Legendaris Charlie Chaplin. Hotel ini pernah menjadi salah satu primadona Surabaya paling populer di masa lalu. Tercatat banyak sekali petinggi negara ataupun pesohor dunia yang pernah singgah dan mengadakan event bergengsi di sini.

Pada peresmian lobi baru hotel pada tahun 1936, acara ini tergolong mewah dan megah, bahkan dihadiri oleh tamu penting, mulai dari Putra Mahkota Leopold dari Belgium, Putri Astrid dari Swedia, hingga komedian legendaris Charlie Chaplin. Selain itu, Presiden ke-5 Republik Indonesia, Megawati Soekarnoputri juga pernah menginap di hotel ini.

Jadi Pusat Komando Militer Belanda pasca Kemerdekaan RI

Hotel Majapahit memiliki total 143 kamar. Salah satunya, yaitu kamar nomor 33, menyimpan memori sejarah yang sangat penting. Saat pendudukan Sekutu pasca kemerdekaan Indonesia, ruangan ini menjadi pusat komando tentara Belanda. Kamar ini juga memiliki pintu darurat yang terhubung dengan perkampungan warga.

Sekarang, ruangan ini dinamakan ‘Kamar Merdeka’. Bagian hotel ini menjadi salah satu destinasi utama turis dan pegiat sejarah yang ingin mendalami lebih lanjut tentang fakta historis masa lalu.

Lokasi Terjadinya Peristiwa Perobekan Bendera

Nah, peristiwa sejarah penting yang terjadi di sini adalah tragedi perobekan bendera. Semua berawal dari berkibarnya bendera Belanda di atas tiang hotel pada tanggal 19 September 1945. Melihatnya, arek-arek Suroboyo memanas dan menuntut agar bendera tersebut diturunkan.

Kelompok residen Surabaya yang dipimpin Sudirman berusaha menemui para petinggi Belanda yang berdiam di Kamar Merdeka. Perundingan berlangsung kacau dan berakhir perkelahian. Puncaknya, arek-arek Suroboyo menaiki puncak hotel dan merobek bagian biru pada bendera, lalu mengibarkannya kembali hingga tersisa warna merah dan putih.

Hingga kini, peristiwa tersebut dikenang sebagai tonggak semangat juang para pemuda Indonesia. Beragam event diadakan oleh Pemerintah Kota Surabaya guna makin memacu nilai patriotisme warga, khususnya orang muda.