Setiap manusia dituntut untuk mengambil keputusan dengan harapan dapat menjadi orang bijak dalam segala persoalan. Karena sejak kecil, manusia selalu dihadapkan pada kemungkinan pilihan dalam menentukan jalan hidup, baik kehidupan dan pekerjaan sehari-hari maupun dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Kemungkinan-kemungkinan pilihan tersebut harus dilakukan, bahkan memilih untuk tidak bertindak apa pun tetap harus dilakukan meskipun terkadang tidak sejalan dengan sikap kebijaksanaan dan unsur-unsur moralitas.

Membuat keputusan yang bijaksana, bukanlah perkara yang mudah untuk direalisasikan. Tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Oleh karenanya, semakin dewasa seseorang, semakin berat pula pilihan-pilihan yang dihadapinya. Sebab, dalam tahap ini ia akan memilih berbagai kemungkinan mengenai baik tidaknya suatu perbuatan, relevan tidaknya suatu hal, dan kadang kala dihadapkan pada pilihan yang sangat pelik seperti memilih yang terbaik dari berbagai pilihan yang semuanya berdampak buruk, sehingga mau tidak mau apapun harus dipilih sesuai hati nurani, meski pilihan itu pahit.

Begitupun kebijakan pendidikan. Dalam menentukan sistem, metode dan lain-lain yang berkenaan dengan proses pembelajaran, tidaklah mudah. Hambatan-hambatan akan selalu muncul dari faktor internal maupun eksternal. Hal ini semakin kompleks mengingat Pendidikan harus dirancang secara gotong-royong. Pendidikan tidak akan berjalan sendiri untuk mencapai sebuah tujuan, pendidikan membutuhkan beberapa dimensi dan kekuatan SDM yang relevan dengannya agar benar-benar dapat menjadi jawaban atas kebutuhan-kebutuhan manusia.

Secara historis, unsur-unsur pendidikan sangat erat hubungannya dengan filsafat. Namun kenyataannya, Pendidikan lebih mungkin disandingkan dengan politik. Hebatnya, politik mampu mengungguli pendidikan. Sehingga setiap kebijakan pendidikan, mau tidak mau harus ada dibawah kendali kebijakan politis. Oleh karena itu, kita sebagai agent of change, agent of social control dan agent of development harus dapat kritis menanggapi hal tersebut serta dapat memberikan solusi atas perkembangan pendidikan dalam meningkatkan mutunya, khususnya di Indonesia.

Sistem pendidikan adalah sekumpulan objek yang saling berhubungan untuk mencapai suatu tujuan yang terkait dengan bagaimana proses peradaban, pembudayaan manusia, dan pendewasaan manusia yang kemudian menjadi suatu disiplin ilmu pengetahuan. Artinya, sistem pendidikan adalah sistem yang menjadi tolak ukur bagi tingkah laku manusia dalam masyarakat yang mengandung potensi mengendalikan, mengatur, dan mengarahkan perkembangan masyarakat dalam lapangan pendidikan yang bertujuan untuk menjawab persoalan yang ada, khusunya di bidang kependidikan.

Merespon sistem dan kebijakan pendidikan, keduanya memiliki hubungan yang sangat erat. Namun selain itu, yang tidak kalah pentingnya bagaimana kebijakan politik juga ikut ambil peran strategis saat eksplorasi ketika menentukan arah dan desainnya. Mengingat bagaimana sistem politik di negara kita begitu berkuasa dan mendominasi dalam segala aspek tatanan pemerintahan, tidak terkecuali dalam sistem pendidikan dan kebijakannya. Oleh karena itu, penting kiranya jika kita mengetahui relasi antara kebijakan politik dengan kebijakan pendidikan yang kemudian akan mempengaruhi sistem pendidikan di Indonesia.

Kebijakan adalah suatu keputusan yang mencerminkan sikap suatu organisasi terhadap suatu persoalan yang telah, sedang atau akan dihadapi. Sedangkan politik adalah suatu disiplin ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri, berisi pola mengenai kekuasaan. Tetapi, juga ada yang memahaminya sebagai seni. Dikatakan seni karena berapa banyaknya politikus yang tanpa pendidikan ilmu politik tetapi mampu berkutat dalam dunia politik. Mereka hanya memilki bakat yang dibawa sejak lahir, sehingga dengan bakat itu dia mampu menjalankan roda politik praktis. Kebijakan politik diartikan sebagai etimologi merupakan langkah yang diambil secara bijak oleh pejabat pemerintah. Sedangkan secara terminologi dapat diartikan sebagai kebijakan pemerintah yang berupa program-program perilaku untuk mencapai tujuan masyarakat dan negara yang menyangkut penyerapan sumber-sumber material dan manusia dari masyarakat, distribusi dan alokasi sumber-sumber kepada masyarakat, dan pengaturan perilaku anggota masyarakat.

Sistem pendidikan merupakan manifestasi dari butir-butir keputusan kebijakan politik, dimana pendidikan merupakan wadah rekayasa masyarakat dalam suatu bangsa. Pendidikan dapat diposisikan sebagai lembaga yang menjadi titik pusat gerak perbaikan dan pengembangan taraf hidup ke arah yang lebih baik. Kebijakan politik yang baik dapat menentukan sistem pendidikan yang berkualitas. Pendidikan setidaknya dapat memperbaiki taraf hidup masyarakat dalam suatu negara, yang dengan demikian pendidikan yang ada akan menjadi bukti nyata kesuksesan suatu negara. Hal ini juga membuktikan bahwa antara pendidikan dan politik merupakan dua dimensi yang bersinergi, meskipun dalam tataran aplikasinya ada banyak kondisi yang berbeda hingga kemudian menjadikan pendidikan lebih dideskriminasikan dan bahkan mungkin dapat menjadi korban ulah sikap kebijakan politik.

Kebijakan politik merupakan sesuatu yang urgen bagi seluruh sistem yang lain. Seperti pendidikan, ekonomi, agama, dan lain-lain. Karena dengan kebijakan politik, maka setidaknya dapat meminimalisir gejala-gejala atau permasalahan yang sedang melilit negara. Dunia pendidikan yang merupakan institusi sosial tidak dapat disangkal bahwa dalam pelaksanaanya, ada dominasi politik kuat, terutama dalam sistem pendidikan yang diselenggarakan oleh penguasa atau kelompok tertentu.

Ketika kebijakan politik yang diambail salah, besar kemungkinan akan berakibat terhadap sistem pendidikan yang ada. Jika hal ini sampai terjadi maka implikasinya adalah peserta didik yang mana merupakan bagian generasi penerus bangsa atau merupakan aset bangsa yang sangat berharga. Untuk itu, dapat ditinjau mutualisme kebijakan politik terhadap sistem pendidikan sebagai berikut:

Pertama, sistem pendidikan bertugas merumuskan alat-alat, pelaksaaan teknik dan pola-pola proses pendidikan dan pengajaran dengan makna akan dicapai dan dibina tujuan-tujuan pendidikan melalui salah satu atau semua kebijakan politik secara integritas.

Kedua, isi moral pendidikan harus melibatkan norma-norma atau nilai spiritual yang akan dijadikan sistem nilai pendidikan. Hal ini sangat erat kaitannya dengan isi tujuan pendidikan nasional dimana didalamnya menyebutkan bahwa salah satu dari adanya tujuan pendidikan sebagai penguat spiritual keagamaan yang untuk merealisasikannya sangat dibutuhkan kebijakan politik yang peka, mengingat Indonesia tidak hanya terdiri satu agama melainkan multi agama. Sehingga apabila formula yang dirumuskan oleh pemerintah kurang tepat maka akan terjadi deskriminasi. Jika hal ini terjadi, maka itu bukan merupakan sebuah kebijakan, karena hal ini bertentangan dengan asas nilai-nilai yang merupakan salah satu landasan nasional, dimana menjunjung tinggi sikap toleransi antar pemeluk agama.

Ketiga, berpengaruh terhadap perkembangan mutu pendidikan. Situasi yang kondusif dalam perpolitikan akan memberikan kesempatan dan pengaruh yang sangat besar terhadap tumbuhnya pendidikan yang baik dan apabila situasi perpolitikan di negara kita tidak kondusif maka ini juga akan berpengaruh terhadap kebijakan yang dibuat yang dampaknya akan terasa terhadap pendidikan. Ini sering terbukti, bahwa dunia perpolitikan sangat berpengaruh bukan hanya di Indonesia saja, melainkan di negara–negara maju pun seperti Amerika, Jerman, Inggris, dan lain-lain juga seperti itu. Betapa kentalnya aroma politik dalam segala hal untuk menentukan sebuah kebijakan, tidak terkecuali terhadap pertumbuhan dan perkembangan mutu pendidikan.

Keempat, pendidikan yang berkualitas akan mempengaruhi perkembangan politik. Hubungan timbal balik ini tidak lepas dari kondisi perpolitikan yang kondusif, sehingga dapat menghasilkan pendidikan yang berkualitas. Apabila pendidikan sudah seperti itu maka akan berkontribusi terhadap sistem-sistem yang lain, seperti ekonomi negara semakin membaik. Sehingga tidak mengherankan jika semakin hari di negara kita semakin mengalami krisis ekonomi. Setidaknya dari adanya krisis ini, masyarakat dapat menilai bagaimana peranan pemerintah yang tidak jauh dari perpolitikan memiliki kesadaran pada peran pendidikan.

Kelima, sterilisasi anggaran pendidikan dari komoditas politik. Secara umum, sterilisasi (pemandulan) anggaran pendidikan oleh komoditas politik ini dapat kita lihat setiap menjelang pemilu, dimana para partai politik selalu menjanjikan anggaran pendidikan akan dibesarkan. Mereka seolah seperti menjual kecap bahwa partai politiknya adalah yang terbaik dan akan memperjuangkan kepentingan pendidikan yang pro akan rakyat ketimbang belenggu partainya.

Keenam, pendidikan sebagai agen utama untuk sosialisasi politik bagi generasi muda dalam pengembangan politik suatu negara. Dikatakan sebagai agen sosialisasi politik, karena institusi pendidikan merupakan suatu proses yang mana seseorang menginternalisasikan norma dan nilai-nilai dari suatu sistem politik tertentu. Sehingga sekolah dianggap sebagai area yang paling utama dalam proses soialisasi politik daripada lembaga keluarga dan lingkungan.

Ketujuh, pendidikan sebagai agen yang menentukan bagi ketersediaan pelaku politik. Artinya institusi dijadikan wadah bagi pelaku politik untuk menanamkan nilai-nilai politis, norma-norma sebagai gerakan perbaikan dan kemajuan suatu sistem pemerintahan serta upaya kontrol setiap perilaku tatanan yang menyentuh keseluruhan dinamika kepentingan masyarakat, baik sosial, ekonomi, hukum dan budaya, maupun dasar-dasar lainnya bagi perpecapatan lahirnya kesejahteraan masyarakat.

Kedelapan, pendidikan sebagai pemasok utama dalam pembangunan dan perkembangan integrasi politik, juga kesadaran politik. Dalam konteks ini, mengarah pada penanaman sikap kebangsaan negara pada diri peserta didik melalui pembentukan kebudayaan nasional dan penetapan perundang-undangan pembentukan sikap kebangsaan nasional. Peran seperti ini sangat memungkinkan bagi sekolah, mengingat keberadaannya berperan sebagai institusi yang memiliki tugas utama atau pengganti secara perlahan identitas lokal dan regional ke indentitas dan loyalitas nasional.

Kesembilan, pendidikan sebagai agen aktualisasi misi dan visi suatu golongan atau lebih yang berada pada level dominasi. Misi dan visi kebijakan politik akan nampak pada muatan dan struktur sekolah. Sekolah diposisikan sebagai alat pencapaian keinginan rezim tertentu. Namun, meski terkesan adanya sebuah rezim tertentu, diakui atau tidak, bahwa aktualisasi misi dan visi kebijakan politik memilki hukum kausalitas dengan pendidikan.

Kesepuluh, pendidikan sebagai agen bagi pengembangan ideologi politik kelompok yang berkuasa atau pemilik wewenang. Setiap hasrat politik,  bagi kelompok yang berkuasa atau pemilik wewenang akan menancapkan ideologi yang melekat pada dirinya. Oleh karena itu, seringkali dalam menentukan kebijakan membutuhkan waktu yang relatif agak lama. Hal ini wajar karena setiap anggota politik terutama yang partainya berbeda, pastinya mempunyai ideologi yang berbeda. Biasanya ideologi politik ini, sering kali termaktub selain pada mekanisme proses pendidikan, juga dapat ditemukan pada muatan materi pelajaran di sekolah atau institusi yang ada.

Di berbagai media massa, sering kita dengar dan kita jumpai pernyataan-pernyataan yang menyebutkan bahwa mutu satuan pendidikan formal di Indonesia dewasa ini mengalami dekadensi atau penurunan yang sangat memprihatinkan. Hal ini tidak sebanding dengan semakin beragamnya dan lengkapnya fasilitas baik berupa sarana dan prasarana beserta alat bantu pada bidang pendidikan. Banyak pula orang menandaskan perlu dan pentingnya sistem pengelolaan pendidikan yang handal. Namun, jarang sekali mengemukakan alternatif pemecahanya secara praktis. Bahkan tidak jarang pula pengelola yang dipandang sebagai penyebabnya. Meskipun dengan berbagai alasan pengelola dapat menunjukkan bahwa kelemahan bukan semata-mata bersumber dari dirinya saja, namun bagaimanapun kondisi ini perlu dipandang sebagai tantangan bagi pemerintah sebagai pengendali sistem politik untuk bekerja lebih professional.

Di sisi lain, kebijakan tentang pendidikan yang dirumuskan oleh pemerintah baik pusat, wilayah dan daerah tidak serta merta mengabaikan kondisi sumber daya manusia sebagai eksekutor lapangan dalam mengelola pendidikan agar tujuan dapat tercapai. Sinkronisasi ini sangat perlu dianalisis dan ditinjau kembali agar fatalitas pengelolaan pendidikan Nasional dalam mencapai tujuan tidak terjadi.

Berdasarkan substansi hegemoni politik yang dituangkan kedalam kebijakan pendidikan, diharapkan dapat membantu sekolah hingga mampu bersaing secara kompetetif dalam penyelenggaraan pendidikan Internasioanl dengan menjaga kondusifitas proses pendidikan. Apalagi dalam hal ini, pemerintah telah mendorong adanya otonomi pendidikan. Dengan demikian bisa lebih leluasa dengan memahami kebutuhan sosial masyarakat sekitar dan selalu mengarah pada peningkatan mutu pendidikan secara utuh.

* Penulis adalah Mahasiswa Pascasarjana UIN MALIKI Malang, Pegiat Kajian Sosiologi Pendidikan dan Penggagas Forum Kajian Simposium

Sumber:

Freire, Paulo, Politik Pendidikan: Kebudayaan, Kekuasaan dan Pembebasan, terj. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007.

Irianto, Yoyon Bahtiar, Kebijakan Pembaharuan Pendidikan: Konsep, Teori dan Model. Jakarta: Rajawali Pers, 2011.

Jalaluddin dan Abdullah Idi, Filasafat Pendidikan Manusia, filsafat, dan Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers, 2013.

Maksudi, Beddy Irawan, Sistem Politik Indonesia Pemahaman Secara Teoritik dan Empirik. Jakarta: Rajawali Pers, 2012.

Mas’oed, Mohtar, Politik, Birokrasi dan Pembangunan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003.

Moh. Yamin, Ideologi dan Kebijakan Pendidikan: Menuju Pendidikan Berideologis dan Berkarakter. Malang: Madani, 2013.

Muhmidayeni, Filasat Pendidikan. Bandung: PT Refika Aditama, 2011.

Nawawi, Hadari dan Mimi Martini, Kebijakan Pendidikan di Indonesia ditinjau dari sudut hukum. Yogyakarta: Gajah Mada Press, 1994.

Nizar, Samsul, Pengantar Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001.

Rifai, Muhammad, Sejarah Pendidikan Nasional: Dari Masa Klasik Hingga Modern. Jogjakarta: ar-Ruzz Media, 2011.

___, Politik Pendidikan Nasional. Jogjakarta: ar-Ruzz Media, 2011.

Saroni, Mohammad, Pendidikan Untuk Orang Miskin: membuka Keran keadilan dalam kesmpatan Berpendidikan. Yogyakarta: ar-Ruzz Media, 2013.

Sinaga, Rudi Salam, Pengantar Ilmu Politik. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013.

Surbakti, Ramlan, Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT Grafindo, 2010.

Syafaruddin, Efektifitas Kebijakan Pendidikan: Konsep, Strategi dan Aplikasi Kebijkan Menuju Organisasi Sekolah Efektif. Jakarta: Rineka Cipta, 2008.

Syafi’ie, Inu Kencana  dan Azhari, Sistem Politik Indonesia. Bandung: PT Refika Aditama, 2012.

About The Author

2 KOMENTAR

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here