Sebagai sebuah bangsa yang beradab, setiap negara tentu harus memilik sebuah landasan, dasar dan cita-cita atas bangsa yang diperjuangkan bersama. Landasan instrumental sebagai sumber aturan diperlukan untuk menjaga stabilitas bangsa dan negara. Identitas yang lahir dari realitas dan kultur masyarakat yang ada dan disepakati merupakan unsur-unsur yang harus dijunjung bersama. Bagi Indonesia, dasar negara itu adalah Pancasila.

Pancasila tak sekedar dasar negara, melainkan ideologi dan falsafah bangsa yang memuat nilai-nilai luhur, nilai-nilai yang sifatnya universal. Pancasila bahkan sarat akan nilai-nilai moral, nilai praktis dan instrumental yang termaktub dalam butir-butir sila yang lima, sebagai pedoman dalam berbangsa dan bernegara, bahkan berkehidupan. Nilai-nilai dalam setiap butir pun juga atas perenungan identitas, religiusitas, sosial dan kultural bangsa Indonesia sendiri. 

Dikutip dari Alfian (1981), Pancasila sebagai sebuah ideologi, harus dilihat sebagai sistem nilai yang komprehensif dan mendalam, tentang kebenaran dan keadilan dalam kehidupan bermasyarakat. Hal tersebut perlu dilakukan mengingat pancasila mencerminkan tatanan nilai yang paling mendasar dalam kehidupan masyarakat.  Keberadaan Pancasila, ditinjau dari aspek sejarahnya memuat pandangan hidup sebagai realisasi normatif dan praktis, dalam sejarah perjuangan. Dari aspek kultural, ia merupakan intisari dari kemajemukan dan keragaman budaya yang melekat dalam jati diri bangsa Indonesia.

Eksistensi Pancasila sebagai sumber tata nilai sepatutnya tercermin dalam tindak laku setiap warga negara, masyarakat dalam komunitas dan pemerintah sebagai pemangku kebijakan. Ia termanifestasi dalam setiap aktivitas dan aturan. Mulai dari nilai religiusitas hingga nilai keadilan yang paling krusial. Tentu benar bahwa salah satu penghargaan dan upaya menjunjung tinggi Pancasila adalah dengan memampangnya tinggi-tinggi dalam setiap kegiatan kenegaraan dan lembaga negara, lebih tinggi dibandingkan pemimpin negara. Tapi pada akhirnya, Pancasila hanya akan berakhir sebagai pajangan, nilai-nilai luhurnya perlahan luruh karena eksistensinya dipahami sekadar simbolik. 

Realita yang disebutkan diatas memang sesuai dengan kondisi sosial-masyakat saat ini. Pasalnya, sejumlah perilaku dan tindakan menyeleweng dari nilai-nilai Pancasila masih masif terjadi dalam berbagai bentuk seperti eksklusivitas dalam beragama, intoleransi hingga fanatisme golongan. Kasus rasisme dan konflik antar kelompok, ketidakadilan bagi kaum bawah, dan beberapa kasus lainnya juga tak luput dari kesalahan dalam memaknai asas-asas yang terkandung dalam pancasila. 

Perlu disadari bahwa tantangan saat ini adalah perlunya memanifestasikan keberagaman secara utuh dalam masyarakat dan menghindari berbagai bentuk polarisasi kesukuan dan perbedaan-perbedaan lain yang dapat mengancam keutuhan bangsa. Setiap elemen perlu bersinergi untuk merevitalisasi nilai Pancasila agar dapat dirasakan dan bersentuhan langsung dengan masyarakat. Inilah yang perlu kita lakukan, perlu ditanamkan ke dalam masing-masing pribadi sebagai bentuk perlawanan terhadap egosentrisme individual masing-masing.

Dalam dunia pendidikan, penanaman pendidikan karakter sebagai peningkatan nilai moral tidak hanya sekadar teori, melainkan harus terimplementasi dalam bentuk perilaku yang bijaksana, dengan guru sebagai role model utama. Tak hanya Pendidikan karakter, Nasionalisme dalam kewarganegaraan juga tidak sekedar sebagai muatan mata pelajaran dan muncul dalam ujian nasional, namun harus lebih dari itu, harus tercermin dalam segala bentuk sikap dan perilaku pemerintah, kaum elite dan seluruh elemen masyarakat. ditanamkan melalui rasa kecintaan pada bangsa sendiri. Selain itu, nilai kemanusiaan dan keadilan harus terkandung dalam setiap kebijakan, kesejahteraan masyarakat sepatutnya berada di atas kepentingan penguasa, serta  demokrasi harus benar-benar menaungi aspirasi dan hak rakyat. Beberapa poin tersebut patut untuk direalisasikan mengingat sistem perwakilan dibentuk sebagai wadah bagi aspirasi  rakyat, tidak justru sebaliknya. 

Eksistensi Pancasila sebagai ideologi harus terpatri kokoh menghadapi tantangan arus modernisasi yang begitu pesat dan revolusi industri yang terus bergerak maju, sehingga identitas dan nasionalisme masyarakat tidak ikut terkikis. Pancasila bukan hanya sumber hukum melainkan sumber nilai, maka ia perlu terus berkembang dalam setiap aspek kehidupan dan terbuka untuk digali dan dikritisi dalam setiap langkahnya sehingga mampu relevan dengan tantangan bangsa yang semakin kompleks.

* Penulis adalah aktivis perempuan sekaligus pegiat di Forum Kajian Simposium

About The Author

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here