image by money.kompas.com
image by money.kompas.com

Mahasiswa merupakan salah satu dari sekian banyak golongan yang tidak pernah absen sama sekali dalam setiap catatan sejarah. Berbicara tentang mahasiswa, maka tidak lekang dari torehan gerakan yang kritis dan massif. Mahasiswa selalu hadir dalam memberikan sumbangsih gagasan dan ide dalam menjalankan roda kebijakan mulai dari tataran kampus, kota, provinsi, negara, dan ranah internasional.

Sebagai pengingat saja, tahun 1928 merupakan hari lahirnya sumpah pemuda, yang mana ada peran pemuda khususnya mahasiswa waktu itu. Selanjutnya, pada tahun 1945 ketika proklamasi kemerdekaan, ada pula peran kaum pemuda khususnya mahasiswa yang berjuang dengan menculik Soekarno untuk segera membacakan teks proklamasi. Pada tahun 1964-1965, mahasiswa turut andil dalam tragedi pembubaran PKI dan lengsernya sang proklamator kemerdekaan sehingga digantikan dengan orde baru. Yang paling melekat dalam ingatan kita, peran serta mahasiswa pada 1998 dalam meruntuhkan orde baru melalui demonstrasi besar-besaran. Ini sekilas catatan kecil saja.

Menarik kiranya jika kita melihat peran mahasiswa hari ini yang cenderung berbanding terbalik dengan sejarah sebelum reformasi. Mahasiswa yang seharusnya berperan sebagai penyambung lidah rakyat, malah digunakan sebagai penyambung dompet rakyat. Rakyat mengeluh dan sengsara butuh asupan, hadirlah mahasiswa sebagai bagian dari beban.

Seakan mereka lupa akan dirinya dengan identitas sebagai agen intelektual, kontrol, dan perubahan (tentunya bukan agen LPG atau agen pulsa, hehe) yang selalu melekat dalam jati diri mahasiswa. Mungkin ini adalah bahasa lama dan sudah basi bagi mereka yang sudah menginjak semester akhir, namun hal ini sering mereka dilupakan arti dan maksud yang sesungguhnya.

Identitas di atas hari ini seakan menjadi angan-angan belaka ketika melihat mahasiswa hari ini yang kerjaannya cuma keluyuran di kampus mengurus ormawa (organisasi mahasiswa) intra atau ormek (organisasi mahasiswa ekstra kampus). Mahasiswa hari ini identic dengan kebiasaan safari warung kopi setiap malam untuk mendata kekuatan jaringan WIFI dan ngobrolin negara, scroll-in layar gadget di aplikasi olshop untuk cari fashion/kosmetik kekinian, dan tidak lupa selalu istiqomah dalam menjaga wibawa dengan lontaran kritik tak mendasar kepada sejawat agar (dikatain) idealis.

Kenapa mahasiswa sekarang tidak seperti dulu lagi?. Mahasiswa hari ini lebih mementingkan perut sendiri. Setiap malam ngopi sana-sini untuk memupuk eksistensi diri (biar dibilang aktivis), tidurnya dini hari dengan cita-cita ingin merubah negeri malah bangunnya siang hari (MIMPI !!). Pergi ke kampus bawa tas branded yang isinya kayak lemari (lengkap dengan celana dalamnya).

Mahasiswa sekarang sudah jarang ngopi bahas kebijakan terbaru dari pemerintah hari ini, mereka sudah jarang membawa buku-buku revolusi dan menuangkannya dalam sebuah dialog diskusi. Mahasiswa sudah jarang menginisiasi membuat forum diskusi tentang berbagai persoalan pelik negeri ini, mereka sudah jarang melontarkan daya kritis dan berjuang melawan ketidakadilan, meskipun harus makan sekali dalam tiga-tujuh hari.

Dari fenomena ini, janganlah heran ketika hari ini peran mahasiswa diambil alih oleh ormas yang ada, karena mereka lebih solid, massif, kritis dan taktis. Arah gerakanya jelas, ide dan gagasannya tegas, orasinya lebih menarik dan mudah masuk ke berbagai lini masyarakat. Demikian pula dengan kepercayaan yang dititahkan masyarakat pada mahasiswa terdahulu, kini sudah beralih terhadap ormas masa kini.

Bisa saja kita berpikir secara deterministik melalui kacamata ibnu khaldun, bahwa yang terjadi hari ini tidaklah luput dari pengaruh sejarahnya. Hal ini berlaku juga bagi generasi selanjutnya yang tidak akan lepas dari bagaimana kita hari ini. Namun apakah sejarah dahulu mewarisi sikap dan tindakan kita hari ini?. Jawabannya ada dalam diri kita sebagai mahasiswa.

Saya setuju dengan gagasan Auguste Comte, bahwa karakter dan pemikiran kita terbentuk sesuai dengan lingkungan sosial keberadaannya. Pendapat Comte di atas sudah menjadi jawaban dari kondisi mahasiswa sekarang. Di luar segala bentuk perubahan modernisme, kita cenderung dipengaruhi oleh lingkungan dalam bertindak. Hedonisme, sudah mengakar di masing-masing kita dan sudah merambat ke lingkungan sekitar kita.

Tetap dalam pandangan Comte, sebagai mahasiswa, kiranya kita bisa berkontribusi dan menjadi solusi bagi para mahasiswa yang masih minim kesadaran. Kita harus selangkah lebih maju untuk mengubah peradaban lingkungan sosia kita, meningkatkan budaya literasi sebagai fondasi, melingkar dan menyusun ide serta gagasan yang pasti, bergerak dengan aksi revolusi, dan tentunya selalu melingkar dalam menggelar pengetahuan di forum-forum keilmuan.

About The Author