image by biografiku.com
image by biografiku.com

Sepertinya kita sudah tidak asing lagi dengan Tjokroaminoto, beliau adalah tokoh Indonesia (Hindia Belanda) pertama yang memadukan antara Islam dan Sosialisme. Sudah sering sosok beliau menjadi pembahasan dalam forum-forum akademik hingga non-akademik. Tjokroaminoto dan pemikirannya menjadi salah satu bagian khazanah dari sejarah bangsa Indonesia yang pernah tercatat dalam sejarah bangsa Indonesia.

Meskipun banyak juga beberapa gagasan dari para tokoh nasional lainnya yang cukup fenomenal dan mempunyai sumbangsih besar bagi peradaban bangsa Indonesia, namun pemikiran Tjokroaminoto sendiri perlu mendapatkan porsi khusus di khalayak umum, terutama bagi mereka yang selalu mengupayakan adanya integrasi Islam-sosialisme.

Pembahasan ini kita awali dengan masa awal munculnya kesadaran kebangkitan nasional ketika Indonesia masih dalam tekanan penjajahan Belanda. Pada saat itu adalah masa dimana terjadinya beberapa konfrontasi antara beberapa pemikiran-pemikiran tokoh dan paham-paham seperti Sosialis, Komunis, Nasionalis dan Islamis dalam menentukan ideologi dan landasan perjuangan berdirinya negara Indonesia.

Namun di samping itu, pemikiran “sosialisme Islam” Tjokroaminoto tidak bisa dilupakan begitu saja, bahkan masih sering kita dengar sampai saat ini. Salah satu alasan mengapa Tjokroaminoto dengan “sosialisme Islam”-nya masih relevan sampai saat ini karena hal itu tidak terlepas dari perjuangannya selama di Sarekat Islam (SI) waktu itu.

SI waktu itu merupakan salah satu organisasi terbesar yang mempunyai anggota ratusan ribu hingga mencapai jutaan hanya dalam waktu beberapa tahun di bawah kepemimpinan Tjokroaminoto. Selain itu, karena masifnya penyebaran gagasan ini di tangan Tjokroaminoto, membuat mayoritas warga Hindia Belanda yang beragama Islam mudah menerima gagasan pemikirannya.

Sosialisme bagi Tjokroaminoto bukan secara keseluruhan sama dengan yang dikehendaki tokoh-tokoh sosialis barat pada umumnya. Namun Sosialisme yang ditawarkan Tjokroaminoto lebih berlandaskan nilai-nilai ketuhanan (Islam). Perjuangan sosialisme Islam Tjokro juga tidak seperti paham sosialisme pada umumnya yang cenderung melakukan pemogokan-pemogokan buruh dengan cara-cara anarkis, namun lebih mengedepankan kerukunan bersama dalam masyarakat.

Materi yang diperjuangkan oleh kaum proletar juga tidak sekedar untuk kepentingan pribadi, tapi menurut Tjokroaminoto juga harus didistribusikan dengan sama rata, salah satunya melalui metode zakat. Perbedaan antara Sosialisme Barat dengan Sosialisme Islam inilah yang akhirnya menjadi muara perselisihan antara Tjokroaminoto dengan beberapa tokoh SI yang berhaluan komunis hingga kemudian mereka akhirnya keluar dari SI dan bergabung dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Awal mula digagasnya Sosialisme Islam hingga dicetak ke dalam suatu bentuk buku sebenarnya bukan dijadikan sebuah ideologi atau sistem negara, namun Tjokroaminoto lebih menempatkan gagasan tersebut sebagai respon dari semakin menguatnya ideologi komunis di tubuh SI pada waktu itu. Sampai Indonesia merdeka pun, perbedaan paham Sosialisme antara kedua kubu ini masih terjadi  meskipun pada akhirnya pemerintah saat itu (Orde Baru) melarang semua hal yang berkaitan dengan paham Komunis termasuk PKI itu sendiri.

Pada masa reformasi ini, kita melihat pemerintah kembali mulai memberikan ruang pembicaraan tentang komunis hingga isu-isu kebangkitan PKI dan pembahasan mengenainya banyak dibicarakan di ruang publik. Kemudian, apakah masih relevan nilai-nilai Sosialisme Islam sebagai respon atas kembali menguatnya isu-isu komunis saat ini?

Kita akan melihat pertama dari kondisi saat ini dimana bangsa Indonesia sudah merdeka, berbeda dengan dahulu awal mula pertentangan kedua kubu ini terjadi karena berangkat dari persamaan memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia walaupun dengan ideologi yang berbeda. Kemudian karena sama-sama diketahui bahwa Indonesia sudah merdeka dan final dengan ideologi dan sistem negara yang telah disepakati bersama, maka harus ada batasan sampai sejauh mana yang diperjuangkan komunis saat ini. Jangan sampai kemudian kelompok berhaluan komunis akan mengubah ideologi negara yang akan berakibat pada ketidakstabilan politik negara Indonesia dan dampak-dampak negatif lainnya, apalagi sampai merongrong nilai Ketuhanan yang Maha Esa seperti yang dipahami kelompok komunis.

Semua masih bisa terjadi, misalnya jika Sosialisme Islam bergerak untuk mengritik dan memberi masukan terhadap kelompok komunis agar nilai-nilai sosialis yang mereka perjuangkan harus berlandaskan nilai ketuhanan, tidak melakukan aksi-aksi anarkis, mengutamakan kepentingan bersama, serta penekanan bahwa kaum sosialis harus digunakan sebatas hanya sebagai alat atau kendaraan memeperjuangkan hak-hak kaum proletar dan bukan sekedar menegejar kepentingan materi.

Kemudian Sosialisme Islam itu sendiri selain menjadi antitesis bagi kelompok berhaluan komunis saat ini, juga bisa kemudian dijadikan landasan untuk mengkritik sebagai kontrol dan memberikan masukan secara langsung kepada pemerintah saat ini. Karena kita ketahui bersama, meskipun saat ini Indonesia telah merdeka, namun secara fakta sosial mengungkapkan bahwa masih terdapat problem-problem dalam masyarakat, seperti jurang pemisah secara ekonomi masih tajam, sumber daya alam yang masih banyak dikuasai oleh asing. Meskipun ada beberapa sektor yang dikuasai negara namun persentase profitnya masih lebih dominan dipegang asing karena faktor alat produksi, teknologi dan sumber daya manusia sendiri yang masih sangat minim.

Kemudian di bidang budaya, kita juga sedang dijajah. Banyak sekali budaya-budaya asing yang menghegemoni para pemuda saat ini, sehingga identitas atau jati diri bangsa Indonesia sendiri perlahan dilupakan. Kita diekspansi oleh kebudayaan atau kebiasaan-kebiasaan asing namun kita sendiri tidak bisa mengekspansi kebudayaan kita ditingkat mancanegara.

Kita tahu, bahwa memang awal mula Tjokroaminoto menggagas Sosialisme Islam sangat concern perjuangannya di bidang kemandirian ekonomi bangsa Indonesia (Hindia Belanda) termasuk perjuangan kebudayaan bangsa kita yang telah dirongrong oleh kebudayaan-kebudayaan dan praktek kebiasaan buruk penjajah Belanda saat itu.

Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa gagasan Sosialisme Islam Tjokroaminoto masih relevan kita angkat kembali dalam ranah-ranah akademis dan non akademis agar dapat merespon polemik-polemik bangsa yang terjadi saat ini, namun harus dengan kontekstualisasi yang berbeda.

About The Author