image by brewminate.com
image by brewminate.com

Ilmu adalah kumpulan pengetahuan. Namun, tidak dapat dibalik bahwa kumpulan pengetahuan itu adalah ilmu. Kumpulan pengetahuan untuk dapat disebut ilmu harus memiliki syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat yang dimaksud adalah objek material atau objek formal. Setiap bidang ilmu, baik ilmu khusus maupun ilmu filsafat harus memiliki dua macam objek tersebut.

Objek material adalah sesuatu hal yang dijadikan sasaran pemikiran atau sesuatu hal yang diselidiki dan dipelajari, seperti contohnya objek material adalah manusia, tumbuhan, batu maupun hal-hal absrak, misalnya ide-ide, nilai-nilai dan kehorhanian. Objek formal adalah cara memandang atau cara meninjau yang dilakukan oleh seorang peneliti terhadap objek meterialnya, serta prinsip-prinsip yang digunakannya. Objek formal suatu ilmu tidak hanya memberi keutuhan suatu ilmu, tetapi pada saat yang sama dibedakannya dari bidang-bidang lain. Satu objek material dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang sehingga dapat menimbulkan ilmu yang berbeda-beda. Misalnya objek materialnya adalah manusia dan manusia ini ditinjau dari berbagai sudut pandang sehingga ada beberapa ilmu yang mempelajari manusia, diantaranya psikologi, sosiologi dan antropologi.

Istilah objek material sering juga disamakan atau dianggap sama dengan pokok persoalan (subject matter). Pokok persoalan ini perlu dibedakan atas dua arti. Arti pertama, pokok persoalan dapat dimaksudkan sebagai bidang khusus dari penyelidikan faktual. Misalnya, penelitian tentang atom termasuk bidang fisika; penelitian tentang bawah sadar termasuk bidang psikologi. Arti kedua, pokok persoalan yang dimaksudkan sebagai suatu kumpulan pertanyaan pokok yang saling berhubungan. Anatomi dan fisiologi bertalian dengan struktur tubuh. Anatomi mempelajari strukturnya, sedangkan fisiologi mempelajari fungsinya. Kedua ilmu tersebut dapat dikatakan memiliki pokok persoalan yang sama, akan tetapi juga dapat dikatakan berbeda. Perbedaan ini dapat diketahui apabila dikaitkan dengan corak-corak pertanyaan yang diajukan dan aspek-aspek yang diselidiki dari tubuh tersebut. Anatomi mempelajari tubuh dalam aspeknya yang statis, sedangkan fisiologi mempelajari tubuh alam aspeknya yang dinamis.

Bertalian dengan pengertian objek material dan objek formal, ada berapa perbedaan antara filsafat dengan ilmu yang bukan filsafat. Bahkan berbeda antara ilmu yang satu dengan ilmu yang lainnya. Misal, objek meterialnya adalah berupa pohon kelapa. Seorang ahli ekonomi akan mengarahkan perhatiannya atau meninjau (objek formal) pada aspek ekonomi dari pohon tersebut. Berapa harga buahnya, kayunya atau lidinya kalau dijual. Ekonomi tidak mengarahkan perhatiannya pada unsur-unsur yang menyusun pohon tersebut. Demikian pula dengan seorang ahli pertanian juga mempunyai sudut pandangan yang khusus sesuai dengan keahliannya. Misalnya, bagaimana caranya agar pohon kelapa ini dapat tumbuh subur, apakah cocok ditanam pada lahan tertentu.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa para ilmuwan yang ahli di bidang disiplin ilmu tertentu mengarahkan perhatiannya pada salah satu aspek dari objek materialnya. Artinya, bidang sasaran yang tidak mencakup bidang lain yang bukan wewenangnya. Setiap bidang ilmu mengarah pada kapling masing-masing. Mereka tidak begitu peduli dengan kapling ilmu lain. Inilah yang disebut otoritas dan otonomi atau kemandirian keilmuan, yaitu wewenang yang dimiliki seorang ilmuan untuk mengembangkan disiplin ilmunya tanpa campur tangan pihak luar. Para ilmuwan itu hanya berbicara tentang bidangnya sendiri, padahal seringkali setiap ilmu khusus menghadapi persoalan yang tidak dapat diselesaikan hanya dengan mengandalkan kemampuan ilmu yang dikuasainya. Problem-problem semacam itu tidak dapat dijawab oleh ilmu itu sendiri (meskipun muncul dari ilmu itu sendiri) karena setiap bidang ilmu memiliki objek material yang terbatas.

Dalam hal ini filsafat mengatasi setiap ilmu, baik dalam hal metode maupun ruang lingkupnya. Objek formal filsafat terarah pada unsur-unsur keumuman yang secara pasti ada pada ilmu-ilmu khusus. Dengan tinjauan yang terarah pada unsur keumuman itu, filsafat berusaha mencari hubungan-hubungan diantara bidang-bidang ilmu yang bersangkutan. Aktivitas filsafat yang demikian ini disebut multidisipliner. Dengan cara berfikir kefilsafatan yang meliputi:

  1. Radikal, artinya berpikir sampai ke akar-akarnya, hingga sampai pada hakikat atau substansial yang dipikirkan.
  2. Universal, artinya pemikiran filsafat menyangkut pengetahuan umum manusia.
  3. Konseptual, artinya merupakan hasil generalisasi dan abstraksi pengalaman manusia, misalnya: apakah kebebasan itu?
  4. Koheren dan konsisten (runtut), koheren artinya sesuai dengan kaidah-kaidah berpikir logis. Konsisten artinya tidak mengandung kontakdiksi.
  5. Sistematik, artinya berbendapat yang merupakan uraian kefilsafatan itu harus saling berhubungan secara teratur dan terkandung adanya maksud atau tujuan tertentu.
  6. Komprehensif, artinya mencakup atau menyeluruh. Berpikir secara kefilsafatan merupakan usaha untuk menjelaskan alam semesta secara keseluruhan.
  7. Bebas, artinya sampai batas-batas yang luas, pemikiran filsafati boleh dikatakan merupakan hasil pemikiran yang bebas, yakni bebas dari prasangka-prasangka sosial, histories, cultural bahkan religius.
  8. Bertanggung jawab, artinya seseorang yang berfilsafat adalah orang yang berpikir sekaligus bertanggungjawab terhadap hasil pemikirannya, paling tidak terhadap hati nuraninya sendiri.

Kedelapan ciri berpikir filsafat ini menjadikan filsafat cenderung berbeda dengan ciri berpikir ilmu-ilmu lainnya, sekaligus menempatkan kedudukan filsafat sebagai bidang keilmuan yang netral, seperti pada ciri yang ketujuh.