Jika penyair bilang bahwa;
kamu adalah sekuntum bunga yang mekar di pagi yang cerah
Semerbak bunga melati indah dan merekah
Harumnya menyelinap di setiap kepingan-kepingan jiwa yang resah
Membuat semangat baru demi senyuman hidup dalam gairah
Maka, aku juga bisa menafsirkanmu dengan sajak yang sama;
Di antara sapaan angin yang lirih dan pohon rampak berdaun hijau membuat keteduhan
Kau lebih teduh dari sekedar lamunan keindahan atau bahkan dalam kenyataan
Bukan rayuan, tapi bukti nyata bahwa cintaku bukan kekosongan
Tidak menuntut kepercayaan, sebab cinta adalah kecintaan walau dalam perbudakan
Lebih gila bukan? Begitulah kiranya cinta menjawab kebingungan dan kemunafikan.
Jika sastrawan bilang bahwa;
Kini, rembulan malamku telah tiba di ujung harapan, membawakan kesejukan saat mata memandang, memberikan cahaya saat gelap menyapaku dalam kesendirian, menjadi teman diantara teman yang berteman sekedar penyambutan di awal kebahagiaan dan pulang di akhir penutupan hingga menyisakan kenangan dalam sebuah kekcewaan. Kamu lebih dari segala keindahan sesaat selain Tuhan.
Maka, kata yang sepanjang itu akan ku tandingi hanya dengan sebait kata;
Kau ku cintai lebih dari keindahan kata sastrawan dunia.

* Penulis adalah Mahasiswa IAIN Madura sekaligus Pegiat kajian Sastra

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here